Sabtu, 03 Desember 2011

perkembangan peradaban Islam di Indonesia


Perkembangan Peradaban  Islam  di Indonesia
BAB  I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam namun peradaban Islam mendominasi kehidupan bangsa Indonesia, khususnya penduduk yang beragama Islam. Kebudayaan- kebudayaan yang ada lama kelamaan membentuk suatu peradaban Islam yang mampu membawa penduduk Indonesia kepada kemajuan dan kecerdasan. Hal ini tidak lepas dari peran pedagang pedagang muslim dari Arab, Persia dan  India juga penduduk asli sendiri ikut aktif  ambil bagian dalam  penyebaran Islam di Indonesia
Perlu diketahui bahwa wilayah Indonesia yang dulu disebut dengan istilah Nusantara  dikenal  mancanegara sebagai daerah yang subur serta kaya akan potensi alamnya. Karena hal tersebut, tidak mengherankan jika para pedagang-pedagang asing berdatangan ke wilayah-wilayah di Nusantara. Dengan berkembangnya perdagangan antar bangsa maka berkembang pula pelabuhan-pelabuhan atau bandar-bandar terutama di daerah-daerah pesisir pulau. Kemajuan dari perdagangan Internasional tersebut menyebabkan kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara menjadi kaya dan makmur, bandar-bandar atau pelabuhan-pelabuhan yang ada pun berkembang menjadi besar. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi para pedagang dari berbagai bangsa berdatangan untuk melakukan transaksi perdagangan dengan penduduk pribumi yang ada di wilayah Nusantara. Seiring dengan itu  terjadi interaksi antara penduduk pribumi dengan para pedagang asing termasuk di dalamnya pedagang muslim sehingga berpengaruh pula pada budaya lokal.
Dari perjalanan panjang perkembangan peradaban Islam di Indonesia  menghasilkan peradaban peradaban yang sangat besar pengaruhnya bagi Bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan baik pendidikan,organisasi, adat istiadat,seni, polotik maupun  ekonomi yang sudah menyatu menyatu dalam kehidupan berupa kebudayaan
Medasarkan pada latar belakang tersebut dalam makalah ini akan dikemukakan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia, jalur jalur penyebaran Islam di Indonesia, perkembangan peradaban dalam beberapa periode yang dimulai dari pertama kali Islam datang ke Indonesia sampai sekarang, , karakteristik ajaran Islam di Indonesia dan wujud/ bentuk kebudayaan Islam yang dihasilkan dalam berbagai bidang seperti seni, sastra, pendidikan,politk, budaya, sosial dan Agama di Indonesia
B.  Permasalahan
1.      Bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia ?
2.    Bagaimana jalur jalur penyebaran Islam di Indonesia?
3.    Bagaimana perkembangan Peradaban  Islam di Indonesia ?
4.    Bagaimana karakteristik ajaran yang berkembang di Indonesia ?
5.   Apa  bentuk / wujud kebudayaan Islam di Indonesia ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.           Proses masuknya Islam ke Indonesia
Menurut Ahmad Mansur proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.
Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam  ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.teori-teori tersebut,   sebagai berikut ini.
1.         Teori Gujarat
Teori Gujarat berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam  di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang        bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia)  yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
          2.    Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori  lama yaitu teori Gujarat.
Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
   Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 H di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab) : dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. .Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi dan beraliran syiah
c.  Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik.
Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran).
Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran.        Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda tanda  bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.  Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.
Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).[1]  
Azra menyebutkan  kebangkitan Islam di Nusantara sejak kebangkitan Islam sampai paruh kedua abad -17 menempuh beberapa fase.Fase pertama, kasarnya sejak akhir abad ke - 8 M sampai ke-12 M hubungan hubungan yang ada umumnya berkenaan dengan perdagangan.Inisiatif dalam hubungan hubungan semacam ini kebanyakan diprakarsai Muslim Timur Tengah, khususnya arab dan persia. Dalam fase berikutnya sampai akhir abad ke -15, hubungan antara kedua kawasan mulai mengambil aspek aspek lebih luas.Muslim Arab dan Persia apakah pedagang atau pengembara sufi, mulai mengintensifikasikan penyebaran Islam di berbagai wilayah Nusantara. Pada tahap ini hubungan hubungan keagamaan dan kultural terjalin lebih erat.Tahap ketiga adalah sejak abad ke-16 sampai paruh kedua abad ke-17.Dalam masa ini hubungan hubungan yang terjalin lebih bersifat politik di samping keagamaan.[2]
Dalam konteks Islam Indonesia, isu penting yang berkembang sejak awal proses Islamisasi adalah sufisme.Di setiap wilayah mana Islam Islam berkembang baik level kerajaan maupun masyarakat, sufisme senantiasa mewarnai secara keseluruhan gambaran Islam yang muncul [3]
Islam di Indonesia disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan sufi[4]     yang disebut kemudian dengan neo-sufisme.
B.        Jalur penyebaran Islam di Indonesia
           Jalur jalur penyebaran Islam di Indonesia
a.       Jalur perdagangan
Sejak abad ke -7 M sampai abad ke 16 M pedagang pedagang dari Arab, persia, dan India datang ke Indonesia tidak hanya sebagai pedagang tetapi juga sebagai da’i yang menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat
b.      Jalur kekuasaan
Penyebaran Islam secara aktif di Nusantara (Indonesia) berbarengan dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Raja raja di pesisir melepaskan diri dari kekuasaan pusat, sebab posisi mereka bertambah kuat berkat kerjasama ekonomi dengan pedagang pedagang muslim,kemudian mereka tertarik dan memeluk Islam. Dengan masuk Islamnya para penguasa dan bangsawan ini memudahkan penyebaran Islam berikutnya karena para keluarga dan rakyat akhirnya mengikuti agama Islam yang baru dipeluk oleh rajanya
c.       Jalur Perkawinan
Banyak putri putri penduduk asli dipersunting pedagang muslim termasuk putri para bangsawan dan putri raja
d.      Jalur tasawuf
Masyarakat Nusantara adalah masyarakat yang suka pada kegiatan rohani dan kebatinan.Oleh karena itu para mubaligh Islam menempuh jalan tasawuf untuk menarik mereka
e.       Jalur pesantren
Penyebaran pesantren dirintis oleh Sunan Ampel yang mendirikan pesantren di Ampel.Dari sini lahir tokoh tokoh Islam seperti Raden Patah dan Sunan Giri yang kemudian juga mendirikan pesantren dan mengirimkan murid muridnya ke pelosok pelosok desa sebagai guru agama
f.       Jalur seni
Berupa seni sastra,seni tari, seni ukir, seni kaligrafi dsb[5]
C.            Perkembangan Peradaban  Islam di Indonesia Abad ke-7 M    sampai sekarang
a.   Perkembangan Peradaban  Islam di Indonesia abad ke-7 M sampai 12 M
Islam di Indonesia sudah ada pada abad ke 7 dari beberapa catatan sebagai berikut.
a.    Pada seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
b.   Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
c.    Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
d.   Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
e.    Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan  bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
f.    Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnya berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
g.   W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Arab muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
h.   T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).[6]
  
 Daerah lain yang diperkirakan masyarakatnya telah memeluk Islam adalah daerah Peurelak, yang diketahui dari berita Marcopolo yang singgah ke daerah tersebut pada sekitar tahun 1292.
Sementara kedatangan Islam di daerah Jawa tidak diketahui dengan pasti. Bukti sejarah berupa batu nisan Fatimah binti Maimun yang ditemukan di daerah Leran (Gresik) berangka tahun 475 Hijriah (1082 Masehi) mungkin merupakan bukti konkret telah adanya kedatangan Islam di Jawa, walaupun hal itu belum berarti adanya Islamisasi yang meluas khususnya di Jawa Timur. Sejak akhir abad ke-11 sampai ke-13 Masehi bukti kepurbakalaan dan berita asing tentang kedatangan Islam di Jawa Timur sangat sedikit.
Baru sejak Kerajaan Majapahit mencapai puncak kekuasaannya pada akhir abad ke-13, bukti-bukti Islamisasi dapat diketahui lebih banyak dengan ditemukannya batu nisan di Troloyo, Trowulan dan Gresik. Selain itu, berita Ma-huan tahun 1416 menceritakan bahwa orang-orang muslim sudah bertempat tinggal di Gresik, yang membuktikan bahwa baik di pusat Kerajaan Majapahit maupun di daerah pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan, telah terjadi proses Islamisasi dan telah terbentuk komunitas muslim.[7]
Jadi pada abad ini kedatangan Islam di Nusantara belum mempengaruhi bidang politik di Kerajaan-Hindu itu. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak masih mementingkan usaha untuk memperoleh keuntungan dagang. Proses Islamisasi hingga memunculkan kekuasaan politik seperti pada masa kerajaan Demak terjadi disebabkan
oleh mundurnya kekuasaan Majapahit dikarenakan pemberontakan dan perebutan kekuasaan di keluarga kerajaan. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman maka bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam di wilayah Nusantara sekitar abad ke- 13
b.   Perkembangan Peradaban Islam abad  ke -13 M sampai abad ke-16
Perkembangan peradaban Islam pada abad ini di dominasi kerajaan kerajaan Islam di Indonesia.Dengan semakin mundurnya kekuasan Sriwijaya (sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 Masehi) di wilayah Nusantara, maka para pedagang muslim yang kemungkinan disertai pula oleh para pendakwah mendapatkan keuntungan dagang juga keuntungan politik. Mereka menjadi pendukung bagi kemunculan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Kerajaan Samudera Pasai di pesisir timur laut Aceh, tepatnya dekat kota Lhokseumawe atau Aceh Utara pada saat ini. Daerah tersebut yang merupakan kerajaan Islam yang pertama di Indonesia diperkirakan berdiri pada abad ke-13 Masehi.
1.      Kerajaan Samudra Pasai
                    Kerajaan Samudra Pasai tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan Islam yang pertama. menurut pendapat Prof. A. Hasymy, berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami kemunduran[8]
                            Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang     bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka. lokasi kerajaan Samudra Pasai berada  di jalur perdagangan Internasional, yang melewati Selat Malaka.
                            Dengan posisi yang strategis tersebut, Samudra Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat, dan di pihak lain Samudra Pasai berkembang sebagai bandar transito yang menghubungkan para pedagang Islam yang datang dari arah barat dan para pedagang Islam yang datang dari arah timur. Keadaan ini mengakibatkan Samudra Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu baik dalam bidang  politik, ekonomi, sosial dan budaya.
                           Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297.           Kerajaan Samudra Pasai berkembang pada abad Abad 13 yang terletak di
daerah Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara. Keberadaan kerajaan Samudra Pasai dibuktikan dengan adanya catatan Marcopolo dari Venetia, Catatan Ibnu Batutah dari Maroko’batu nisan Sultan Malik al-Saleh, Jirat Putri Pasai.
 Peranan Samudra Pasai dalam bidang perdagangan adalah. Dengan letak yang   strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan maritim dan memiliki pelabuhan-pelabuhan yang penting di Pesisir Pantai Barat Sumatera serta berkembang sebagai Bandar Transito.
Nilai yang dapat diambil dari keberadaan kerajaan Samudra Pasai
adalah Nilai keterbukaan dan kebersamaan dan penghormatan kepada setiap golongan masyarakat serta prinsip kepemimpinan yang dekat dengan rakyat
. Raja-raja yang memerintah di Samudra Pasai antara lain Sultan Malik al-Saleh (1285 – 1297), Sultan Muhammad (Malik al-Tahir I, Sultan Ahmad (Malik al-Tahir II), Sultan Zaenal Abidin (Malik al-Tahir III).
Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang   begitu jelas.
Hubungan antara Sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa melakukan musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat pada para tamu yang datang, bahkan tidak jarang memberikan tanda mata kepada para tamu. Samudra Pasai mengembangkan sikap keterbukaan dan kebersamaan. Salah satu bukti dari hasil peninggalan budayanya, berupa batu nisan Sultan Malik al-Saleh dan jirat Putri Pasai. Hal ini berarti kerajaan Samudra Pasai bersifat terbuka dalam menerima budaya lain yaitu dengan memadukan budaya Islam dengan budaya India.[9]
2.   Kerajaan Demak
                        Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah
 kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit.
                         Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
             Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
                            Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
                        Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 –1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur. Daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan.. Tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat             dipukul mundur di Teluk Jakarta.
                        Kemenangan Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
                        Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
                           Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan –
para wali/ulama dengan rakyat.
                        Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat baik pembinaan agama maupun pembinaan sosial yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
                           Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal.
                        Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
                          Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak  memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam.
3.   Kerajaan Banten
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi tentang kerajaan Demak, bahwa daerah ujung barat pulau Jawa yaitu Banten dan Sunda Kelapa dapat direbut oleh Demak, di bawah pimpinan Fatahillah. Untuk itu daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Demak. Setelah Banten diIslamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di Cirebon, dan lebih menekuni hal keagamaan.
                         Dengan diberikannya Banten kepada Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan dasar dasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama, memerintah tahun 1552 – 1570.
                           Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional.
                            Pada masa pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak, sehingga Banten dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan.    Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut 
                           Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.
                           Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya
                         Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
                          Dengan adanya perkampungan tersebut, membuktikan bahwa kehidupan masyarakatnya teratur, dan berlangsung dengan baik bahkan kehidupan masyarakat Banten dipengaruhi oleh ajaran Islam.
                          Salah satu contoh dari wujud akulturasi budaya Islam adalah tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam
4.  Kerajaan Mataram
                         Lokasi kerajaan Mataram tersebut di Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota Yogyakarta. Raja mataram yang terkenal  adalah Sultan Agung usahanya yaitu menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri untuk memperluas wilayah kekuasaannya, mempersatukan daerah-daerah kekuasaannya melalui ikatan perkawinan, melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629, memajukan ekonomi Mataram. Memadukan unsur - unsur budaya Hindu, Budha dan Islam.

5.  Kerajaan Gowa – Tallo
                         Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng.Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar
 sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
                         Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
            Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 –1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon
 6.  Kerajaan Ternate – Tidore
                       Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan Maluku. Maluku adalah kepulauan yang terletak di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Irian. Maluku sebagai daerah kepulauan terkenal sebagai penghasil rempah terbesar. Di antara
pedagang-pedagang tersebut terdapat pedagang-pedagang yang sudah memeluk
Islam sehingga secara tidak langsung Islam masuk ke Maluku melalui perdagangan dan selanjutnya Islam disebarkan oleh para mubaligh salah satunya dari Jawa
c.       Perkembangan peradaban  Islam di Indonesia abad 17 M sampai sekarang
      Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
         Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang.  Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
·            Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
Dalam hal ini Belanda mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.[10]
D.              Karakteristik ajaran  Islam di Indonesia (Nusantara)
        Sumber dinamika Islam dalam abad ke -17 dan ke -18 adalah jaringan ulama yang terutama berpusat di Mekah dan madinah (Haramayn).Posisi penting kedua kota suci khususnya kaitannya dengan jamaah haji mendorong sejumlah guru besar (ulama) dan penuntut ilmu dari berbagai wilayah Dunia Muslim datang dan bermukim di sana yang pada gilirannya menciptakan semacam jaringan keilmuan yang unik . Tema pokok pembaruan mereka adalah rekontruksi sosio – moral masyarakat masyarakat muslim.Karena hubungan hubungan ekstensif dalam jaringan ulama, semangat pembaruan tadi segera menemukan berbagai ekspresinya di banyak bagian Dunia Muslim.[11]termasuk jaringannya dengan wilayah Nusantara
Pada abad abad ini dalam bidang intektual juga bermunculan gerakan gerakan pembaharuan yang mempunyai jaringan dengan ulama Timur Tengah yang menggagas tentang ajaran Neo- sufisme
Menurut Rahman neosufisme adalah tasawuf yang telah diperbarui, yang terutama dilucuti dari ciri dan kandungan ekstatik dan metafisiknya, dan digantikan dengan kandungan yang tidak lain dari dalil-dalil ortodoksi Islam. Lebih jauh dia menjelaskan, tasawuf model baru ini menekankan dan memperbaharui faktor-faktor moral dan asli dan kontrol diri yang puritan dalam tasawuf dengan mengorbankan ciri-ciri berlebihan dari tasawuf populer yang menyimpang (unorthodox sufisme ), pusat perhatian neo sufisme adalah rekonstruksi sosio moral dari masyarakat muslim. Ini berbeda dengan tasawuf sebelumnya, yang terutama menekankan individu bukan masyarakat. Akibatnya, Rahman menyimpulkan, karakter keseluruhan neo sufisme tak pelak lagi adalah puritan dan aktivis.[12]
Dari waktu ke waktu ajaran neo sufisme di Indonesia cenderung menguat.Bahkan dalam konteks sejarah ajaran salah satu jenis tarekat yakni tarekat Syattariyyah.sifat neo sufisme ini diterjemahkan menjadi penolakan terhadap doktrin wahdatul wujud ( kesatuan wujud ) yang sebelumnya menjadi substansi tasawuf .Hanya saja meskipun telah terjadi pembaruan atas jenis dan sifat tasawuf dalam gerakan neo sufisme, satu hal yang masih dipegang teguh oleh para pengamal ajaran neo sufisme adalah berkaitan dengan organisasi tarekat. Ada kecenderungan bahwa para sufi yang terlibat dalam propaganda neo sufisme memanfaatkan organisasi tarekat untuk menciptakan jaringan Internasional yang dapat menghubungkan satu ulama sufi dan ulama sufi lain dan juga satu wilayah Islam dengan wilayah Islam lain.[13]
Tarekat juga bisa memainkan fungsi sebagai gerakan pembaruan.Salah satunya tarekat Qadiriyah atau Naqsabandiyah contohnya yang ada di Nusantara yang menjadi basis perlawanan terhadap Belanda dalam peristiwa Cilegon 1888 .Akibat aktifisme jihad yang laten dalam tarekat ini,tidak heran kalau souck Hourgronje merekomendasikan kepada pemerintah belanda untuk mengawasi secara ketat tarekat tarekat  di Indonesia[14].
       Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal- al - Din   Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir[15]
Gerakan awal pembaruan pemikiran Islam modern di Minangkabau juga menjelma menjadi Gerakan padri.Gerakan yang dipelopori dan dipimpin langsung oleh putra putra daerah ini yang pulang haji di awal abad ke-19,melakukan pemurnian Islam menurut ide, pola dan cara yang dilakukan kaum wahabiyah di arabia[16]
Sampai kemudian pada abad ke -20 muncul gerakan gerakan nasionalisme yang sedikit banyak Islam berpengaruh dalam upaya merebut wilayah Nusantara dari tangan Penjajah  sampai Indonesia merdeka
       Setelah merdeka salah satu yang mempengaruhi perkembangan peradaban Islam di Indonesia adalah pengadaan transmigrasi dari Jawa dan Madura yang secara besar-besaran dilakukan oleh pemerintahan Suharto selama tiga dekade ke wilayah Timur Indonesia telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk Muslim disana.
E.               Beberapa bentuk/ wujud peradaban Islam di Indonesia
Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha disamping kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara lain seperti di bawah ini.
1. Pendidikan
        Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia.[17] Selain itu, dalam pendidikan Islam di Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar), Madrasah Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat universitas Islam di Indonesia juga kian maju seiring dengan perkembangan zaman, hal ini dapat dilihat dari terus beragamnya universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai Institut Agama Islam Negeri serta beberapa universitas Islam lainnya.
2.  Organisasi
 Terdapat beberapa organisasi Islam di Indonesia, di antaranya adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Jamiat Khair, sebuah organisasi Islam tempat para ulama dan aktivis bergabung, tempat bermulanya Ahmad Soorkati mengawali karier

 dakwahnya di Indonesia. Ia diundang secara khusus oleh gerakan ini untuk menjadi pengajar pada berbagai badan pendidikan yang dirintisnya pada tahun 1912. Ia datang dari Sudan, membawa dan mengusung pola pikir rasional dalam berbagai kuliahnya. NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 35 juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam traditional, salah satunya karena sistem pendidikan pesantrennya. Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua, dengan anggotanya yang sekitar 30 juta. Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi serta ratusan rumah sakit di seluruh Indonesia.
  Selain ketiga organisasi diatas, di Indonesia juga dikenal adanya Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Hizbut Tahrir Indonesia.
 Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha disamping kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara lain seperti di bawah ini.
3.  Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Bahasa Arab sudah banyak menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia, contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran, jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab).Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.
 4.  Politik
Pengaruh ini dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore. ada juga beberapa daerah yang diberikan keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.
Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam partai politik yang berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang.
5.   Ekonomi
                 Daerah-daerah pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab, Persi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah, infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat perekonomian umat Islam semakin berkembang.
6.   Ulama dan Intelektual; Simbol Peradaban Islam Indonesia
Munculnya para Ulama dan Intelektual Islam di seluruh penjuru Nusantara. Mereka diantaranya :
- Syeikh Hamzah al-Fansuri (Sasterawan sufi agung)
- Syeikh Nuruddin ar-Raniri (Ulama ahli debat,tersohor di Aceh)
- Habib Husein al-Qadri (Penyebar Islam Kalimantan Barat)
- Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Pengarang Sabil al-Muhtadin)
- Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari (Ulama sufi dunia Melayu)
- Syarif Abdur Rahman al-Qadri (Sultan pertama kerajaan Pontianak)
- Syeikh Abdul Rahman Minangkabau (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah)
- Mufti Jamaluddin al-Banjari (Ahli undang-undang Kerajaan Banjar)
- Ahmad Khathib Sambas (Mursyid Tariqat Qadiriyah)

BAB III
PENUTUP/KESIMPULAN
        Proses masuknya Islam ke Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami    perkembangannya pada abad 13 dengan munculnya kerajaan kerajaan Islam. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam  adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
             Perkembangan agama Islam di wilayah Nusantara dimulai dengan cara damai melalui para bangsawan dan  rakyat yang pada umumnya melalui kegiatan perdagangan dan para pendakwah, namun apabila situasi politik di kerajaan-kerajaan itu tidak kondusif dikarenakan oleh perebutan kekuasaan antar keluarga kerajaan sehingga terjadi  kekacauan dan lemahnya pemerintahan, Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan dan raja-raja yang menghendaki kekuasaan. Mereka menghubungi saudagar-saudagar muslim yang posisi ekonominya kuat karena penguasaan atas pelayaran dan perdagangan. Setelah terwujud kekuasaan Islam, barulah dilancarkan ekspansi ke wilayah kerajaan lain yang bukan kerajaan Islam semata-mata bukan karena masalah agamanya, melainkan karena dorongan politik dan kekuasaan, misal Kerajaan Gowa terhadap kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, Kerajaan Demak dan Banten terhadap Kerajaan-Hindu di Jawa
Azra menyebutkan  kebangkitan Islam di Nusantara sejak kebangkitan Islam sampai paruh kedua abad -17 menempuh beberapa fase.Fase pertama, kasarnya sejak akhir abad ke - 8 M sampai ke-12 M hubungan hubungan yang ada umumnya berkenaan dengan perdagangan.Inisiatif dalam hubungan hubungan semacam ini kebanyakan diprakarsai Muslim Timur Tengah, khususnya arab dan persia. Dalam fase berikutnya sampai akhir abad ke -15, hubungan antara kedua kawasan mulai mengambil aspek aspek lebih luas.Muslim Arab dan Persia apakah pedagang atau pengembara sufi, mulai mengintensifikasikan penyebaran Islam di berbagai wilayah Nusantara. Pada tahap ini hubungan hubungan keagamaan dan kultural terjalin lebih erat.Tahap ketiga adalah sejak abad ke-16 sampai paruh kedua abad ke-17.Dalam masa ini hubungan hubungan yang terjalin lebih bersifat politik di samping keagamaan.
Dalam konteks Islam Indonesia, isu penting yang berkembang sejak awal proses Islamisasi adalah sufisme.Di setiap wilayah mana Islam Islam berkembang baik level kerajaan maupun masyarakat, sufisme senantiasa mewarnai secara keseluruhan gambaran Islam yang muncul
Islam di Indonesia disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan sufi     yang disebut kemudian dengan neo-sufisme.
Jalur jalur penyebaran Islam di Indonesia diantaranya; jalur perdagangan, jalur kekuasaan, jalur Perkawinan, jalur tasawuf, jalur pesantren
 Dari perjalanan panjang perkembangan peradaban Islam di Indonesia  menghasilkan peradaban peradaban yang sangat besar pengaruhnya bagi Bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan baik pendidikan,organisasi, adat istiadat,seni, polotik maupun  ekonomi



















DAFTAR PUSTAKA

Amin M. Masyhur,Sejarah Peradaban Islam,Indonesia (Bandung:Spirit   Foundation,2004)
Azra,Azyumardi, Islam Nusantara:Jaringan Global dan Lokal (Bandung : Mizan,
 ----------, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, (Jakarta: kencana Prenada Media Group,2004 edisi revisi
Dwi Hartini, Masuknya pengaruh Islam di Indonesia, Selasa, 09 agustus2011,12.35               Muhamadiyah file.php/1/materi/sejarah/masuknya pengaruh Islam di Indonesia,
Darsono T Ibrohim, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam,(TS Pustaka Mandiri, Solo,2008)
Daya, Burhanuddin, Gerakan Pemikiran Pembaharuan Islam; kasus Sumatra tawalib, (Yogyakarta: tiara kencana, 1995)
Fathurrahman, Oman,Tanbih Al Masyi menyoal wahdatul Wujud;kasus abdurrauf singkel di Aceh abad-17( Bandung:  Mizan,1999)
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, studi Kritis dan Refleksi Historis, ( Yogyakarta : Titihan ilahi press, 2003 )
Lapidus,Ira.M, sejarah sosial umat Islam , (Jakarta: PT Raja grafindo,1999),

Nugroho Notosusanto,Sejarah berdirinya kerajaan Islam di Indonesia,selasa,09 agustus,13.45.http://id,shvoong.com/humanities/history/zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan
Rizal Sukma & Clara joewono,Gerakan Pemikiran Islam Indonesia kontemporer, (Yogyakarta:Kanisius, 2007)
 Mustafa kamal, Sejarah Islam di  Indonesia dakwatuna com.http ://www. dakwatuna.com /2007/ sejarah Islam di Indonesia,selasa,09 agustus 2011



[1] Dwi Hartini, Masuknya pengaruh Islam di Indonesia, Selasa, 09 agustus2011,12.35               Muhamadiyah  file.php/1/materi/sejarah/masuknya pengaruh Islam di Indonesia,

[2] Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, (Jakarta: kencana Prenada Media Group,2004 edisi revisi hal.50
[3] Rizal Sukma & Clara joewono,Gerakan Pemikiran Islam Indonesia kontemporer, (Yogyakarta:Kanisius, 2007) ,hal.250
[4] Lapidus,Ira.M, sejarah sosial umat Islam , (Jakarta: PT Raja grafindo,1999), hal.717
[5] Amin, M. Masyhur, Sejarah peradaban Islam ( Bandung :Indonesia Spirit Fondation 2004)

[6] Hartini,Dwi,ibid
[7] Nugroho Notosusanto,Sejarah berdirinya kerajaan Islam di Indonesia,selasa,09 agustus,13.45.http://id,shvoong.com/humanities/history/zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan/
[8] Darsono-T.Ibrahim,Tonngak sejarah Kebudayaan Islam,(solo:TS Pustaka Mandiri,2008),hal.21
[9] Hartini,dwi,ibid
[10] Daya, Burhanuddin, Gerakan Pemikiran Pembaharuan Islam; kasus Sumatra tawalib, (Yogyakarta: tiara kencana, 1995) hal.10

[11] Azra, Azyumardi,jaringan,hal xviii
[12] ibid,hal. 119-120
[13] Fathurrahman, Oman,Tanbih Al Masyi menyoal wahdatul Wujud;kasus abdurrauf singkel di Aceh abad-17, (Bandung : Mizan, 1999), hal.75
[14] Azyumardi Azra,Menuju masyarakat madani(Bandung: PT Remaja  rosda karya,2000) hal.

15     Daya, Burhanuddin, Gerakan,hal.50
[16] Ibid,hal.50