Ilmu kalam dalam filsafat Ilmu
A. Pendahuluan
1. Latar belakang ilmu kalam
Teologi Islam atau ilmu kalam sebagai disiplin ilmu pengetahuan, baru muncul sekitar abad ke -3 hijriyah.Hal ini sama sekali bukan berarti aspek akidah atau teologi tidak mendapat perhatian dalam ajaran Islam atau ilmu ilmu keislaman bahkan sebaliknya dalam agama islam aspek aqidah merupakan inti ajarannya
Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup semua persoalan agama dapat ditanyakan langsung kepada beliau.para sahabat percaya bahwa yang disampaikan rasulullah SAW berdasarkan wahyu Allah.Dengan demikian tak ada keraguan sedikitpun terutama kebenarannya, sehingga tidak ada perbedaan pendapat yang memicu pada perpecahan.
Baru kemudian setelah berakhirnya jabatan dua khulafaurasyiddin yaitu Abu Bakar As-Sidiq dan Umar bin Khattab persoalan dikalangan umat islam mulai muncul terlebih dengan terbunuhnya khalifah ketiga Usman bin Affan. Hal itu kemudian berkembang menjadi ilmu kalam.
Munculnya ilmu kalam menurut Harun Nasution, dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, kemudian berkembang menjadi persoalan teologi/ persoalan kalam.Persoalan yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari agama Islam dan siapa yang masih tetap beragama Islam.[1]
Dalam sejarah Islam diterangkan terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, menjadi sebab perpecahan pendapat kaum muslimin, yaitu satu golongan yang dendam kepada Utsman bin Affan,mereka adalah orang-orang yang membai’at Ali bin Abu Thalib r.a, dan satu golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman dan mereka adalah golongan yang mengikuti Muawiyah bin Abu Sofyan.peristiwa tersebut dikenal dengan fitnah kubra,yaitu peristiwa yang berkepanjangan yang merugikan kaum muslimin .
Selanjutnya masa kekhalifahan khalifah Ali bin Abi Thalib r.a sampai beliau terbunuh, umat Islam terpecah menjadi tiga golongan yakni golongan khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok pemberontak yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan masalah kekhalifahan. Kemudian muncul golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan lainnya adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Jika melihat dari sejarah tersebut, awal dari ilmu kalam adalah karena adanya perbedaan atau perselisihan pendapat yang kemudian menimbulkan sebuah argumentasi-argumentasi yang di perdebatkan untuk membela masing-masing golongan dengan dasar yang bersumber dari Al-Qur`an.
Selanjutnya masa kekhalifahan khalifah Ali bin Abi Thalib r.a sampai beliau terbunuh, umat Islam terpecah menjadi tiga golongan yakni golongan khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok pemberontak yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan masalah kekhalifahan. Kemudian muncul golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan lainnya adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Jika melihat dari sejarah tersebut, awal dari ilmu kalam adalah karena adanya perbedaan atau perselisihan pendapat yang kemudian menimbulkan sebuah argumentasi-argumentasi yang di perdebatkan untuk membela masing-masing golongan dengan dasar yang bersumber dari Al-Qur`an.
Golongan khawarij memandang Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin abi sufyan, Amr ibn Al-Ash, Abu Musa Al-Asy`ari dan lain-lain menerima abitrase adalah kafir, karena Al-Qur`an mengatakan : “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”(Q.S Al-Maidah – 44)
Hal ini tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia.Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum hukum yang ada dalam Al Qur’an. La hukma Illa Lillah (Tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau La Hukama Illa Allah (tidak ada pengantara selain dari Allah)menjadi semboyan mereka[2]
2. Pengertian/ objek ilmu kalam
Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Puncak akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis. Sedangkan, Ibnu Kaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumetasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional[3]
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy secara rinci menyebutkan alasan ilmu ini disebut ilmu kalam:
1. Problema yang diperselisihkan para ulama dalam ilmu ini yang menyebabkan umat islam terpecah ke dalam beberapa golongan adalah masalah kalam Allah atau Al Qur’an; apakah ia diciptakan (makhluk) atau tidak (qadim)
2. Materi ilmu ilmu ini adalah teori teori (kalam); tidak ada yang diwujudkan ke dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
3. Ilmu ini,di dalam cara atau menetapkan dalil pokok pokok aqidah serupa dengan ilmu mantik
4. Ulama ulam mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal hal yang tidak dibicarakan ulama salaf, seperti penakwilan ayat ayat mutasyabihat,pembahasan tentang qada’, kalam dan lain lain [4]
Kajian ilmu kalam adalah masalah Aqidah / keimanan.materi kajiannya meliputi :
a. Hal hal yang berkaitan dengan Allah SWT, termasuk di dalam nya tentang ketentuan ( takdir) Allah kepada makhluk makluknya
b. Hal hal yang berkaitan denga utusan Allah sebagai perantara antara Allah dengan manusia, seperti malaikat, Nabi/rasul dan kiatb kitab suci yang telah Allah turunkan
c. Hal hal yang berkaitan dengan kehidupan sesudah mati seperti,surga, neraka, dan sebagainya.[5]
Ketiga hal tersebut terangkum dalam pembahasan rukun iman yang enam yaitu iman kepada Allah, malaikat malaikat Allah, kitab kitab Allah,rasul rasul Allah, hari kiamat, qada’ dan qadar[6]
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpegang kepada wahyu sebagai sumber pokok. Dalam hal ini, perbedaan yang muncul hanyalah bersifat interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alqur’an maupun Hadis. Perbedaan dalam interpretasi, seperti yang dikatakan itu, menimbulkan aliran-aliran yang tidak sama.Di antara para teolog ada yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat untuk memberi interpretasi yang bebas tentang teks Alqur’an dan hadis nabi sehingga dengan demikian timbullah aliran teologi yang dipandang liberal dalam Islam, yaitu Mu’tazilah. Di pihak lain, terdapat pula sekelompok teolog yang melihat bahwa akal tidak mampu untuk memberikan interpretasi terhadap teks Alqur’an, seandainyapun dianggap mampu resiko kesalahannya lebih besar daripada kebenaran yang akan didapatkan. Kendatipun justru fakta ini yang didapatkan, namun semua sepakat bahwa sumber kebenaran itu hanyalah wahyu Tuhan itu.
3. Ilmu kalam pengaruhnya dalam kehidupan sekarang
Pengaruh ilmu kalam bagi kehidupan sekarang sudah tidak relevan lagi apabila diperdebatkan berkepanjangan untuk menghukumi mana yang benar mana yang salah atau siapa yang mukmin siapa yang kafir dikalangan umat Islam sendiri.
Islam apabila masih tetap berkutat pada masalah masalah teologi klasik yang berkepanjangan akan ditinggalkan oleh pemeluknya[7] .Menurut Ibnu Taimiyah teologi ini kurang bermanfaat sebab akan menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan.[8] Artinya seharusnya teologi tidak lagi memperpanjang perdebatan dengan menggunakan argumentasi masing masing sehingga mengklaim golongan lain salah dan menganggap dirinya yang benar. Hal ini akan berakibat umat Islam dalam kejumudan dan ketertinggalan .Sebenarnya teologi islam mempunyai tujuan utama yaitu untuk memantapkan iman, namun dalam kenyataannya malah meragukan di mana golongan yang satu dengan golongan yang lain saling berdebat untuk mencari kemenangan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan pemikiran keagamaan dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Sebagaimana seruan Ibnu Taimiyah untuk kembali pada Al Qur’an dan Hadis
Dalam pembaharuan pemikiran keagamaan, Islam berpijak kepada Al Qur’an dan hadis sebagai sumber utama sehingga setiap perubahan yang ada dalam bidang keagamaan tidak lepas dari etik Al Qur’an dan hadis sehingga terhindar dari pengaruh sekulerisme yang hendak memisahkan ajaran agama dalam kehidupan manusia modern dengan segi keduniawian yang menganggap agama sebagai penghambat kemajuan umat Islam
B. Permasalahan
1.Bagaimana filsafat ilmu melakukan kritik terhadap ilmu kalam ?
C. Pembahasan
Kritik filsafat ilmu terhadap ilmu kalam
Menurut pengamatan dalam penelitian Fazlur Rahman, salah satu penyebab tidak berkembangnya disiplin keilmuan kalam khususnya atau studi-studi keislaman pada umumnya, lebih dari segi materi maupun metodologi, adalah dipisahkannya dan dihindarinya pendekatan dan pemahaman filosofis dalam batang tubuh kerangka keilmuan kalam. Padahal menurutnya, disiplin ilmu filsafat dan pendekatan filosofis pada umumnya sangat membantu untuk menerobos kemacetan, bahkan jalan buntu yang dihadapi oleh ilmu-ilmu apapun[9]
Penggunaan teori koherensi sebagai kriterium kebenaran sudah barang tentu menjadikan pemikiran kalam klasik, bercorak metafisik-spekulatif dan kurang mampu berdialog dengan realitas empiris kehidupan masyarakat yang terus berubah. Corak bangunan epistemologi ilmu kalam yang demikian, yakni kriteria kebenaran didasarkan kepada kesesuaian logik antara doktrin-doktrin yang dibangun memerlukan adanya kritik historis. Produk pemikiran kalam klasik sebagai respon terhadap fenomena masyarakat yang muncul pada penggalan sejarah tertentu barangkali memang relevan dengan persoalan-persoalan pada masanya, tapi akan menjadi mandul dan kehilangan makna ketika dihadapkan pada fenomena empirik kontemporer. Pada sisi inilah barangkali diperlukan adanya pembaharuan epistemologi ilmu kalam klasik .Pola logika pemikiran Kalam yang bersifat deductive adalah mirip-mirip dengan pola berpikir Plato. Plato pernah berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui oleh manusia adalah berasal dari ide, yaitu ide-ide yang telah tertanam dan melekat pada diri manusia secara kodrati sejak awal mulanya. Ide kebajikan dan keadilan misalnya, menurut Plato, tidaklah diketahui lewat pengalaman historis-empiris-induvtive tapi diperoleh dari ide bawaan yang dibawa oleh manusia sejak sebelum lahir. Manusia tinggal mengingat kembali tentang ide-ide bawaan yang telah melekat begitu rupa dalam keberadaannya. Seperti yang ditulis Amin Abdullah bahwa Plato tidak pernah menyetujui pendapat bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh manusia lewat pengetahuan dan pemeriksaan secara cermat dan seksama terhadap realitas alam dan realitas sosial sekitar lewat pengamatan dan pengalaman indrawi. Pemikiran Islam pada umumnya dan pemikiran kalam pada khususnya juga bersifat deductive seperti itu. Hanya saja fungsi ide-ide bawaan dalam pola pikir Plato terebut diganti untuk tidak mengatakan diislamkan oleh ayat-ayat Alquran dan teks-teks hadis. Bahkan sering kali melebar sampai keijma’ dan qiyas. Perhatian kepada perlunya dalil dan istidlal sebagai landasan pola pikir dan pola bertindak dalam kehidupan keseharian umat Islam. Pola pikir ini dengan mudah menggiring seseorang dan kelompok ke arah model berfikir yang justifikatif terhadap tek-teks yang sudah tersedia.
D. Kesimpulan
Definisi ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Puncak akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis. Definisi lainnya ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumetasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional
Munculnya ilmu kalam menurut Harun Nasution, dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, kemudian berkembang menjadi persoalan teologi/ persoalan kalam.Persoalan yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari agama Islam dan siapa yang masih tetap beragama Islam.
pemikiran kalam berpegang kepada wahyu sebagai sumber pokok. Dalam hal ini, perbedaan yang muncul hanyalah bersifat interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alqur’an maupun Hadis. Perbedaan dalam interpretasi, seperti yang dikatakan itu, menimbulkan aliran-aliran yang tidak sama.Dampak bagi umat islam adalah terpecah belahnya umat islam dalam firqah firqah/ aliran aliran
Bagi kehidupan sekarang jikalau umat Islam masih berkutat dalam persoalan persoalan kalam umat islam tidak akan berkembang, bahkan Islam bisa ditinggalkan umatnya.Ilmu kalam perlu melakukan pembaharuan sebagaimana yang diserukan Ibnu taimiyah untuk kembali kepada Al Qur’an dan Hadis dengan benar
Ilmu kalam dalam pandangan filsafat ilmu secara epistimologis di pandang lemahsalah satu penyebab tidak berkembangnya disiplin keilmuan kalam khususnya atau studi-studi keislaman pada umumnya, lebih dari segi materi maupun metodologi, adalah dipisahkannya dan dihindarinya pendekatan dan pemahaman filosofis dalam batang tubuh kerangka keilmuan kalam. Padahal menurutnya, disiplin ilmu filsafat dan pendekatan filosofis pada umumnya sangat membantu untuk menerobos kemacetan, bahkan jalan buntu yang dihadapi oleh ilmu-ilmu apapun sehingga perlu pembaharuan.
Daftar Pustaka
Toshihiko Izutsu,1994,Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam,Yogyakarta : Tiara Wacana
Muhammad Ahmad,2009,Tauhid Ilmu Kalam ,Bandung : Pustaka setia
http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2108308-defenisi-dan-latar-belakang-ilmu/#ixzz1lF5ZHMl9,accesed,sabtu, 11-2-2012,11.45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar