MANAJEMEN PENDIDIKAN
PELAYANAN MUTU DAN KURIKULUM
A. Pendahuluan
Manajemen pendidikan adalah kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan.Atau bisa diartikan proses untuk mencapai tujuan pendidikan.Menurut Suryosubroto proses ini dimulai pertama perencanaan, meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya.Kedua, pengorganisasian, pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas tugas kepada orang yang terlibat dalam kerjasama dalam pendidikan tadi,dan tugas tugas dibagi untuk dikerjakan masing masing anggota organisasi. Ketiga, pengarahan, pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang telah ditetapkan dan tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan pemborosan, Keempat, pemantauan yaitu kegiatan untuk mengumpulkan data dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan telah mencapai tujuannya, dan kelima, penilaian, pada akhirnya proses kerjasama pendidikan itu harus dinilai apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai dan apa hambatan hambatannya. Penilaian ini bisa berupa penilaian proses atau penilaian hasil kegiatan. [1]
Manajemen pendidikan mempunyai bidang bidang garapan. Bidang bidang garapan manajemen pendidikan diantaranya adalah manajemen layanan mutu dan manajemen kurikulum
Dalam kerangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu/ semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.[2]
Sementara kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.[3]
Kurikulum sebagai hasil belajar bertujuan untuk memberikan fokus hasil belajar yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Kurikulum sebagai reproduksi kebudayaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional di mana pemerintah menuntut para pendidik untuk membangun generasi yang mempunyai peradaban dan martabat yang tinggi, bertahan, berdaya saing tinggi, serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman[4]
Kurikulum sebagai program kegiatan yang direncanakan meliputi perencanaan ruang lingkup, urutan, keseimbangan mata pelajaran, teknik mengajar cara cara memotivasi siswa dan hal hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya dalam pembelajaran[5]
Paham terakhir menyebutkan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Pengalaman anak didik di sekolah dapat di peroleh melalui berbagai kegiatan pendidikan antara lain: mengikuti pelajaran di kelas, praktik ketrampilan, latihan latihan olah raga dan kesenian dan kegiatan karya wisata atau praktik dalam laboratorium sekolah.[6]
Bila dikaitkan dengan manajemen, manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi belajar mangajar. Dalam kegiatan tersebut diperlukan adanya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.[7]
B. Permasalahan
1. Bagaimanakah bentuk pelayanan mutu dalam manajemen pendidikan ?
2. Bagaimanakah kurikulum dalam manajemen pendidikan?
C. Pembahasan
Bentuk pelayanan mutu dalam manajemen pendidikan
Di bidang pendidikan, manajemen peningkatan mutu dapat didefinisikan sebagai sekumpulan prinsip dan teknik yang menekankan bahwa peningkatan mutu harus bertumpu pada lembaga pendidikan untuk secara terus menerus dan berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasinya guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Di dalam Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) terkandung upaya: (1) mengendalikan proses yang berlangsung di lembaga pendidikan/sekolah baik kurikuler maupun administrasi, (2) melibatkan proses diagnosis dan proses tindakan untuk menindaklanjuti diagnosis, dan (3) peningkatan mutu harus didasarkan atas data dan fakta, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (4) peningkatan mutu harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan, (5) peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di lembaga pendidikan, dan (6) peningkatan mutu memiliki tujuan yang menyatakan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada peserta didik, orang tua dan masyarakat.[8]
Dalam manajemen pelayanan mutu ada standar pelayanan mutu Pendidikan (SPM) yang meliputi layanan-layanan :
a. Yang merupakan tanggung-jawab langsung Pemerintah Kabupaten/Kota dan menjadi tugas pokok dan fungsi dinas pendidikan untuk sekolah atau kantor departemen agama untuk madrasah (misalnya: penyediaan ruang kelas dan penyediaan guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun kompetensi);
b. Yang merupakan tanggung-jawab tidak langsung Pemerintah Kabupaten/Kota c/q Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama – tidak langsung karena layanan ini diberikan oleh pihak sekolah dan madrasah, para guru dan tenaga kependidikan, dengan dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kantor Kementerian Agama (contoh: persiapan rencana pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa terjadi di sekolah, dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota). [9]
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) bidang Pendidikan,diantaranya
mencakup: SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas : (a). 90 persen anak dalam kelompok usia 13-15 tahun bersekolah di SMP/MTs. ( b). Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang ber-sekolah. ( c). 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional. (d). 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. (e). 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi.(f). 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. ( g). 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. (h). Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30– 40 siswa. (i). 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II. (j). 70 persen dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
mencakup: SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas : (a). 90 persen anak dalam kelompok usia 13-15 tahun bersekolah di SMP/MTs. ( b). Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang ber-sekolah. ( c). 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional. (d). 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. (e). 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi.(f). 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. ( g). 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. (h). Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30– 40 siswa. (i). 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II. (j). 70 persen dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Dengan ditetapkannya SPM Bidang Pendidikan maka setiap daerah perlu menyusun perencanaan program/kegiatan untuk mencapai SPM. Untuk mengukur sejauh mana kinerja dinas pendidikan telah mencapai SPM atau belum maka dinas pendidikan perlu melakukan pemetaan terhadap kinerja layanan dinas pendidikan/depag serta sekolah-sekolah (SD/MI dan SMP/MTs). Dari pemetaan tersebut diketahui kinerja mana yang belum mencapai SPM dan kinerja mana yang sudah mencapai SPM.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dinas pendidikan perlu menganalisis pencapaian masing-masing indikator yang tercantum dalam standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan. Hasil analisis kondisi pencapaian SPM digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan, program, kegiatan dan juga pembiayaan ketika menyusun dokumen rencana strategis pencapaian SPM.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dinas pendidikan perlu menganalisis pencapaian masing-masing indikator yang tercantum dalam standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan. Hasil analisis kondisi pencapaian SPM digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan, program, kegiatan dan juga pembiayaan ketika menyusun dokumen rencana strategis pencapaian SPM.
Dengan demikian dalam mengembangkan rencana peningkatan mutu pendidikan setiap kabupaten/kota perlu memperhatikan kondisi pencapaian SPM di daerah masing-masing. Setiap tahun program pencapaian SPM perlu dilaksanakan sampai SPM benar-benar tercapai. Pelaksanaan dan capaian program juga di monitor dan dievaluasi sehingga diketahui indikator apa saja yang belum dicapai, dan berapa perkiraan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM
Untuk layanan mutu lingkup yang lebih kecil adalah penerapan manajemen sekolah. Sekolah adalah unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/ mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut.Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement
Agar proses ini tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. tanggung jawab sekolah bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya
Dalam manajemen pendidikan pelayanan mutu yang saat ini populer adalah Total quality Managemen (TQM) / Manajemen Mutu Terpadu .Menurut Hadari Nawawi, TQM adalah manajemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum dan pembangunan masyarakat.Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan yang mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki serta penahapan pelaksanaan fungsi fungsi manajemen agar terwujud kerja sebagai kegiatan produksi yang berkualitas. [10]
Menurut Santoso TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan anggota organisasi
Hadari Nawawi mengemukakan bahwa karakteristik TQM adalah sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
4. Memiliki komitmen jangka panjang
5. Membutuhkan kerja sam tim
6. Memperbaiki proses secara kesinambungan
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8. Memberikan kebebasaan yang terkendali
9. Memiliki kesatuan yang terkendali, dan
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. [11]
Dalam Manajemen Mutu Terpadu / TQM, sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa, yakni layanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah) adalah pelanggan internal (guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi), pelanggan eksternal yang terdiri atas pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua. Pemerintah dan masyarakat), dan pelanggan tersier (pemakai/penerima lulusan, baik di perguruan tinggi maupun dunia usaha).[12]
Dalam ajaran Total Quality Management, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai “klien” atau dalam istilah sekolah sebagai “stakeholders” yang terbesar, sehingga suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah organisasi sekolah. Tanpa suasana yang demokratis, manajemen tidak mampu menerapkan TQM dan yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak-pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan.
Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat . Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antar siswa dan guru,siswa dan kepala sekolah,serta guru dan kepala sekolah atau singkatnya adanya kebebasan dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah.
kurikulum dalam manajemen pendidikan
1. Pengorganisasian kurikulum
Dalam kurikulum terdapat 3 pola pengorganisasian. Pertama, separated subject curriculum yang menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran (subject) yang terpisah-pisah satu sama lain, seakan-akan ada batas pemisah antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain, juga antara suatu kelas dengan kelas yang lain. Pada kurikulum ini sukar terdapat kebulatan pengetahuan pada anak. Kedua, correlated curriculum yang menghendaki agar mata pelajaran satu sama lain ada hubungan, bersangkut paut (correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain, masih dipertahankan. Ketiga, integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan.Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya[13]
2. Tahap tahap pelaksanaan kurikulum
Dalam pemikiran klasik Tyiler penyusunan kurikulum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu dengan menyatakan tujuan, memilih pengalaman belajar, mengelola pengalaman belajar (pelaksanaan), melakukan penilaian[14]
Sementara tahap pelaksanaan kurikulum menurut panduan manajemen sekolah sebagaimana dikemukakan rokhim meliputi tahap perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi, pelaksanaan serta pengendalian dengan perincian berikut:
a. Tahap perencanaan
1) Menjabarkan GBPP menjadi analisis mata pelajaran (AMP).
2) Menghitung hari kerja efektif dan jam pelajaran efektif untuk setiap mata pelajaran, hari libur, hari untuk ulangan, dan hari-hari tidak efektif.
3) Menyusun Progran Tahunan (Prota).
4) Menyusun Program Caturwulan (Proca)/Program semester (Promes).
5) Program Satuan Pelajaran (PSP)
6) Rencana Pengajaran (RP)/ Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
b. Pengorganisasian dan Koordinasi
1) Pembagian tugas mengajar dan tugas-tugas lain perlu dilakukan secara merata, sesuai dengan bidang keahlian dan minat guru.
2) Penyusunan jadwal pelajaran diupayakan agar guru mengajar maksimal 5 hari per minggu, sehingga ada satu hari tidak mengajar untuk pertemuan MGMP.
3) Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan dan pengayaan.
4) Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler.
5) Penyusunan jadwal penyegaran guru.
c. Tahap pelaksanaan
Tugas utama kepala sekolah adalah melakukan supervisi untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi. Dengan cara ini guru merasa didampingi pimpinan sehingga bisa meningkatkan semangat kerja.
d. Tahap pengendalian
1) Kepala sekolah perlu mengingatkan para guru bahwa evaluasi memiliki tujuan ganda, yaitu untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran khusus (TPK) dan mengetahui kesulitan siswa.
2) Hasil evaluasi harus benar-benar dimanfaatkan guru untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran.[15]
3. Kegiatan kurikulum
Kegiatan manajemen dititikberatkan pada usaha usaha pembinaan situasi belajar mengajar di sekolah agar selalu terjalin kelancarannya.Kegiatan manajemen kurikulum yang terpenting di sini dapat di sebutkan dua hal:
a. Kegiatan yang amat erat kaitannya dengan tugas guru
Kegiatan ini meliputi:
1) pembagian tugas mengajar
Program baru / awal tahun ajaran baru. Pembagian tugas ini di sesuaikan dengan tingkat satuan pendidikannya, di sekolah dasar masih berlaku sistem guru kelas sehingga pembagian tugas mengajar berarti pembagian tugas untuk bertanggung jawab mengajar satu kelas tertentu, sedangkan sekolah sekolah lanjutan melaksanakan sistem guru mata pelajaran sehingga pembagian tugas mengajar berati penempatan guru pada kelas kelas tertentu dengan jumlah jam sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni 24 jam dalam seminggu.Guru mengajar sesuai dengan pendidikan formal yangditempuhnya.
2) Pembagian tugas/ tanggung jawab ekstra kurikuler
Kegiatan ini di luar ketentuan kurikulum yang berlaku, misalnya porseni ,UKS, kegiatan pramuka penyelenggaraan koperasi sekolah yang semuanya bersifat paedagogis( mendidik).Oleh karena itu kegiatan ekstra kurikuler dapat dikatakan sebagai penunjang pendidikan.
3) Kegiatan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar
Kegiatan ini meliputi: penyusunan jadwal mata pelajaran;penyusunan berdasarkan program( rencana) berdasarkan satuan waktu tertentu (semester, tahunan); pengisian daftar kemajuan murid;penyelenggaraan evaluasi hasil belajar; laporan hasil evaluasi;kegiatan bimbingan penyuluhan
D. Penutup/ kesimpulan
1. Manajemen pendidikan adalah kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan.Atau bisa diartikan proses untuk mencapai tujuan pendidikan.Menurut Suryosubroto proses ini dimulai pertama perencanaan,.Kedua, pengorganisasian, Ketiga, pengarahan, Keempat, pemantauan kelima, penilaian
2. Manajemen pendidikan mempunyai bidang bidang garapan. Bidang bidang garapan manajemen pendidikan diantaranya adalah manajemen layanan mutu dan manajemen kurikulum
3. Dalam kerangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan
4. kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah
5. Di bidang pendidikan, manajemen peningkatan mutu dapat didefinisikan sebagai sekumpulan prinsip dan teknik yang menekankan bahwa peningkatan mutu harus bertumpu pada lembaga pendidikan untuk secara terus menerus dan berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasinya guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat
6. Dalam manajemen pendidikan pelayanan mutu yang saat ini populer adalah Total quality Managemen (TQM) / Manajemen Mutu Terpadu
7. Dalam kurikulum terdapat 3 pola pengorganisasian. Pertama, separated subject curriculum. Kedua, correlated curriculum Ketiga, integrated curriculum
8. Tahap tahap pelaksanaan kurikulum adalah menyatakan tujuan, memilih pengalaman belajar, mengelola pengalaman belajar (pelaksanaan), melakukan penilaian
9. Kegiatan kurikulum dititik beratkan dua hal:Kegiatan yang amat erat kaitannya dengan tugas guru, kegiatan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar
Daftar Pustaka
Suryosubroto2004.,Manajemen Pendidikan di Sekolah,Jakarta: Rineka Cipta
Depdiknas. 2006. BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Badan Standar Nasional Pendididkan.
Ella yulaelawati,,2004, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Pakar Raya
Hadari Nawawi, 2003, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan ,Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Umiarso& imam gojali,2011, Manajemen mutu Sekolah,Yogyakarta : Ircisod
[1] Suryosubroto,Manajemen Pendidikan di Sekolah,Jakarta: Rineka Cipta,2004 hal.16 -18
[3] Depdiknas. 2006. BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Badan Standar Nasional Pendididkan.
[4] Ella yulaelawati,,Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Pakar Raya 2004, hal.26
[5] Ibid
[6] Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di sekolah,Jakarta: Rineka Cipta, 2004,hal. 32
[9] ibid
[10] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 2003) hlm. 134
[11] Hadari Nawawi,. Ibid 127
[12] Umiarso& imam gojali,Manajemen mutu Sekolah,(Yogyakarta : Ircisod), 2011, hal.135
[13] Suryosubroto , Ibid hal 33-36
[14] Ella Yulaelawati, ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar