Rabu, 28 Maret 2012

sej sos pendidikan islam


Upaya peningkatan mutu pendidikan  Islam dengan Konsep pendidikan berbasis masyarakat (Community Based Education )

A.   Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di  luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.[1]
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pengembangan pembelajaran yang tersedia melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003).[2]
Dalam proses pengembangan pembelajaran yang dijalani peserta didik diarahkan pada pembentukan manusia dewasa, memiliki tanggung jawab menjalankan kewajiban-kewajibannya. Oleh karena itu, idealnya peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas no.20 tahun 2003).[3]
Berbagai terobosan telah dilakukan pemerintah dengan menerapkan kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan, diantaranya dengan diberlakukannya kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi/ KBK) dan disempurnakan dengan kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/ KTSP). Di mana kurikulum tersebut memberikan kebebasan kepada sekolah untuk mengembangkan mata pelajaran berdasarkan  standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkannya. Pemerintah pusat hanya menetapkan standar isi. Target guru  adalah memberikan pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi dan berfokus pada ranah kognitif, afektif dan pskomotorik. Harapannya output yang dihasilkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Yang terjadi pendidikan yang berkembang di Indonesia  selama ini kurang menyentuh nilai nilai baik berupa norma yang berkembang di masyarakat maupun norma agama.  Hal ini  tercermin dalam sikap mental dan perilaku manusia hasil pendidikan.
Dari sisi kelembagaan tak terhitung lagi jumlahnya namun yang berkualitas dan tertangani oleh pemerintah sangat terbatas sehingga  terjadi ketidakseimbangan antara kuantitas dan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia.
Dari persoalan yang muncul di atas menyebabkan  terjadi disfungsi kurikulum dan disfungsi kelembagaan.
1.   Disfungsi kurikulum
Dalam praktiknya sekolah sekolah kita selama ini hanya menerjemahkan pendidikan sebagai sekedar transfer of knowledge yang dimiliki guru kepada siswa. Model pendidikan yang demikian hanya membebani siswa dengan hafalan hafalan,teori maupun rumus rumus sekedar untuk bisa menjawab soal soal ujian tetapi seringkali tidak sanggup menerjemahkan ke dalam realitas sosial.[4]
Yang terjadi sekarang ini dalam praktiknya orientasi pendidikan cenderung melupakan pengembangan dimensi nilai yang merugikan peserta didik secara individu maupun kolektif.Tendensi yang muncul adalah peserta didik akan mengetahui banyak tentang sesuatu namun ia menjadi kurang mengetahui sistem nilai,sikap,minat maupun apresiasi positif apa yang ia ketahui.Sebagai dampaknya peserta didik akan mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang seharusnya menjadi standar  dan patokan perilaku sehari hari belum kokoh.
Keberhasilan pendidikan tidak layak jika hanya diukur dari penguasaan pengetahuan    peserta didik. Penekanan pendidikan pada hafalan tidak mampu membentuk wawasan. Tidak adanya wawasan itu menyebabkan rendahnya mutu pendidikan[5]
Padahal dewasa ini masyarakat menganggap sekolah sebagai candu “ sosial” dan banyak orang tua menggantungkan nasib hidup anak anaknya pada pendidikan sekolah sehingga sekolah dipuja sebagai harapan satu satunya[6].
Diantara indikator yang sering mengemuka, bahwa dalam kehidupan masyarakat, masih dijumpai banyak kasus tindakan masyarakat yang bertentangan dengan nilai   dan ajaran agama semakin meningkatnya SDM yang tidak siap pakai dalam dunia kerja
2.      Disfungsi  aspek kelembagaan
Penerapan pendidikan Islam untuk mengandalkan pada lembaga lembaga pendidikan negeri sangatlah tidak mungkin karena pembelajaran agama di sekolah negeri sangat minim. Sementara di lapangan lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah yang notabenenya sebagai institusi pendidikan yang menampung aspirasi sosial budaya agama penduduk muslim Indonesia yang  sudah lama hidup dan secara cultural berakar kuat dalam peta pendidikan di Indonesia, sampai saat ini masih menampakkan sistem yang dikotomik. Pola pembinaan kelembagaan pendidikan yang dilakukan pemerintah melalui Kemendiknas dan Kemenag mengesankan kebijakan pendidikan yang dualistis dan pola ini menyimpan banyak persoalan. Di antara persoalan yang muncul berkenaan dengan hal tersebut bahwa Kemenag tampak kewalahan dalam memberikan pelayanan dan pembinaan madrasah. , seperti banyaknya madrasah madrasah yang masih terbengkalai. Kenyataan di lapangan banyak madrasah yang dana operasionalnya sangat minim sehingga untuk menopang aktifitas pembelajaran masih terseok seok.
Satu satunya harapan yang masih bisa ditempuh adalah pembenahan pada lembaga pendidikan  madrasah, pesantren atau sekolah sekolah Islam semacam lembaga pendidikan Islam terpadu, lembaga pendidikan yang di kelola Muhammadiyah,Ma’arif dan sebagainya.
Menata kembali pendidikan dengan mempertahankan fungsi keluarga dan masyarakat sebagai basis pendidikan di sekolah  menjadi tuntutan yang sangat mendesak. Upaya ini akan menjadi cara untuk mengembalikan sistem pendidikan kita kepada hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang hakiki adalah suatu langkah prosedural yang bertujuan untuk melatenkan kemampuan sosial budaya berupa program-program kolektif alam pikir, alam rasa, dan tradisi tindak manusia ke dalam pribadi dan kelompok manusia muda agar mereka siap menghadapi segala kemungkinan yang timbul di masa datang.
Karena itu diperlukan partisipasi semua elemen terutama orang tua dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan perlu dikembangkan model pendidikan berbasis masyarakat, di mana proses pendidikan tidak terlepas dari masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai basis keseluruhan kegiatan pendidikan. Semua potensi yang ada di masyarakat apabila dapat diberdayakan secara sistemik, sinergik dan simbiotik, melalui proses yang konsepsional, dapat dijadikan sebagai upaya yang strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Konsep ini bertujuan untuk mengoptimalkan peserta didik dalam membentuk kepribadian.
Untuk mengatasi disfungsi dalam pendidikan khususnya pendidikan Islam, dalam upaya peningkatkan mutu pendidikan perlu  diterapkan model pendidikan   dengan konsep pendidikan  berbasis masyarakat (Community Based Education).
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip” dari masyarakat ,oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat.pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/ pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka[7]
Pendidikan berbasis masyarakat bekerja atas asumsi bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah dibekali potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Baik masyarakat kota maupun desa telah memiliki potensi untuk mengatasi masalah mereka sendiri berdasarkan sumber  daya yang mereka miliki serta dengan memobilisasi aksi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi[8]
Tujuan dari pendidikan berbasis masyarakat biasanya mengarah pada isu isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan dasar,budaya, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan dan sebagainya
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. Dengan berpijak pada UU Sisdiknas itu, pendidikan berbasis masyarakat pada konteks Indonesia menunjuk pada pengertian yang bervariatif, antara lain mencakup: (a) pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput (grassroot organization) seperti pesantren dan LSM, (b) pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan, (c) pendidikan dan pelatihan yang diberkan oleh pusat pelatihan milik swasta, (d) pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah, (e) pusat kegiatan belajar masyarakat, (f) pengambilan keputusan yang berbasis masyarakat.[9]
Sebagai out-putnya harapannya akan menghasilkan peserta didik  yang siap pakai di dunia kerja, peduli terhadap lingkungan, bermoral, berbudaya, beriman,  dan berakhlak mulia.



B.   Permasalahan
  1. Bagaimana upaya  peningkatkan mutu pendidikan dengan konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community based Education ) ?
  2. Lembaga lembaga pendidikan Islam apakah yang sudah menerapkan konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat ?

C.   Pembahasan
Upaya  meningkatkan mutu pendidikan Islam dengan konsep Pendidikan berbasis masyarakat (Community based Education )

Berangkat dari terjadinya disfungsi pada aspek kurikulum dan disfungsi lembaga pendidikan perlu dilakukan pembenahan struktur fungsi dengan menggunakan pendekatan konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education).
1.      Pembenahan  struktur fungsi kurikulum
Pembenahan dalam struktur fungsi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,yaitu:
a.       Pendekatan dan output pendidikan budi pekerti
Konsepsi pendidikan budi pekerti memiliki makna yang sama dengan pendidikan moral,pendidikan karakter pendidikan akhlak dan pendidikan nilai. Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan nilai nilai luhur yang berakar dari agama adat istiadat,dan budaya bangsa dalam rangka mengembangkan kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik
Dengan memperkaya dimensi nilai moral,dan norma pada aktivitas pendidikan di sekolah, akan memberi pegangan hidup yang kokoh bagi anak anak dalam menghadapi perubahah sosial (morally mature) akan menjadikan seorang anak mampu memperjelas dan menentukan sikap terhadap substansi nilai dan norma baru yang muncul dalam proses perubahan[10]
Ada dua aspek yang menjadi orientasi pendidikan budi pekerti. Pertama ,membimbing hati nurani peserta didik agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan. Kedua, memupuk mengembangkan dan menanamkan nilai nilai dan sifat sifat positif ke dalam pribadi peserta didik. Seiring dengan itu pendidikan budi pekerti juga mengikis dan menjauhkan peserta didik dari sifat sifat dan nilai nilai buruk. Hasil yang diharapkan ia akan mengalami proses trasformasi nilai, transaksi nilai dan trans-internalisasi (proses pengorganisasian dan pembiasaan nilai nilai kebaikan menjadi kepercayaan / keimanan yang mempribadi).[11]
Atas dasar ini dapat dipahami bahwa titik tekan pendidikan budi pekerti adalah mengembangkan potensi potensi kreatif subjek didik agar menjadi manusia “ baik” baik menurut pandangan manusia dan baik menurut pandangan Tuhan
Dalam praktiknya dapat diwujudkan melalui pola pola pembiasaan sosial baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Ketiga lingkungan ini dituntut sumbangannya menciptakan ruangan kondusif bagi penghayatan dan pengamalan akhlak
Menurut pandangan Zubaidi[12] ada beberapa pendekatan dalam pendidikan budi pekerti
1)      Pendekatan penanaman nilai
Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai nilai sosial pada peserta didik karena nilai nilai sosial berfungsi sebagai acuan bertingkah laku dalam berinteraksi dengan sesama sehingga keberadaannya dapat diterima di masyarakat. Nilai nilai sosial terdiri atas beberapa sub nilai, yaitu:(1) loves (kasih sayang) yang terdiri atas pengabdian,tolong menolong, kekeluargaan, kesetiaaan,dan kepedulian;(2) resposibility ( tanggung jawab)yang terdiri atas nilai rasa memiliki, disiplin dan empati;(3) life harmony ( keserasian hidup) yang terdiri atas nilai keadilan, toleransi, kerjasama dan demokrasi.
2)      Pendekatan perkembangan kognitif
Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk berpikir aktif tentang masalah masalah moral dan dalam membuat keputusan moral.Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal utama.Pertama, membantu peserta didik dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong peserta didik untuk mendiskusikan alasan alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral
3)      Pendekatan analisis nilai
Pendekatan ini memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan peserta didik untuk berpikir logis,dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai nilai sosial.
Ada dua tujuan moral menurut pendekatan ini.Pertama, membantu peserta didik untuk berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah masalah sosial yang berhubungan dengan nilai moral tertentu.Kedua,membantu peserta didik untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai nilai mereka
4)      Pendekatan klarifikasi nilai
Pendekatan ini memberikan penekanan pada usaha membantu peserta didk dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sediri,untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai nilai mereka sendiri ( sangat efektif untuk pendidikan demokrasi)
Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertama membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai nilai mereka sendiri serta nilai nilai orang lain. Kedua, membantu peserta didik,supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain,berhubungan dengan nilai nilainya sendiri. Ketiga, membantu peserta didik supaya mereka mampu menggunakan secara bersama sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai nilai dan pola tingkah laku mereka sendiri.
Fokus dan proses klarifikasi nilai adalah bagaimana seseorang sampai pada pemilikan nilai nilai tertentu dan membentuk pola pola tingkah laku.
5)      Pendekatan pelajaran berbuat
Penekanannya pada pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan perbuatan perbuatan moral,baik secara perseorangan maupun bersama sama dalam suatu kelompok.
            Ada dua tujuan utama pendidikan moral dengan pendekatan ini. Pertama,memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun bersama sama berdasarkan nilai nilai mereka sendiri. Kedua ,mendorong peserta didik untuk memposisikan diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama.konsekuensinya,mereka tidak bisa bertindak bebas sekehendak hati, namun bersikap sebagai bagian dari suatu masyarakat yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi
b.      Pendekatan integratif dalam proses pembelajaran akhlak
Pendekatan integratif dalam proses pembelajaran akhlak dilakukan dalam rangka membentengi moralitas siswa dalam menghadapi godaan,residu,dan pengaruh pengaruh negatif dari kehidupan modern.Akibat masih rapuhnya bangunan moral atau akhlak mengakibatkan sebagian anak dan remaja yang nota bene pelajar (setidak tidaknya pernah menjadi pelajar) gampang terjerembab dalam lingkaran pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba,kriminalitas, tawuran,dan praktik amoral lain.
Tanggung jawab untuk membentuk moral/akhlak siswa mestinya bersifat kolektif bukan semata mata  menjadi beban dan tanggung jawab guru agama dan pendidikan agama. Jadi semua pihak dituntut peran aktifnya terlibat dalam pendidikan akhlak atu budi pekerti di sekolah.di samping itu memerlukan dukungan positif dari orang tua atau keluarga serta lingkungan di mana anak anak bergaul, berteman dan bermasyarakat.
Langkah yang dilakukan  untuk pendekatan integratif dalam proses pembelajaran akhlak anak,Pertama, menghapus dikotomi tugas dan kewajiban dalam mendidik akhlak anak.Pendidikan akhlak/ moral bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama dan Pkn  tetapi menjadi tanggung jawab seluruh pengajar di sekolah. Kedua, membangun sinergi antar pelajaran. Proses penanaman nilai nilai akhlak atau budi pekerti di sekolah dasar hingga sekolah menengah akan berjalan efektif jika ada korelasitas( saling berhubungan) ,koneksitas (saling menyapa),dan hubungan sinergis antara pendidikan agama dengan mata pelajaran lainnya.sehingga secara substansial dunia pendidikan kita tidak mengembangkan keyakinan  “ilmu bebas nilai” tetapi “ilmu bermuatan nilai”. Ketiga, komitmen kolektif, yaitu semua elemen di luar pendidikan agama seperti institusi keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat dituntut sumbangannya menciptakan ruangan yang kondusif bagi penghayatan dan pengamalan akhlak, lebih utamanya adalah keluarga sebagai model dalam mengamalkan budi pekerti.
c.     Pendekatan multikulturalisme dan implementasinya dalam dunia pendidikan
Konsep pendidikan multikulturalisme adalah berintikan penekanan upaya internalisasi dan karakterisasi sikap toleransi terhadap perbedaan agama,ras, suku, adat dan lain lain. Multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dalam segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa ataupun agama
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya
2.         Pembenahan  struktur fungsi kelembagaan
Pembenahan dalam struktur fungsi kelembagaan dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a.       Pendidikan usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat
Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktifitas pendidikan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masyarakat diasumsikan mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.[13]
b.      Pendidikan yang dikelola  masyarakat namun masih melibatkan  pemerintah
Lembaga ini dalam pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat sediri dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, penganggaran dan evaluasi, namun kurikulum pendidikan masih mengikuti kurikulum pendidikan nasional yang ditetapkan pemerintah.

c.       Pendidikan yang dikelola sepenuhnya  oleh masyarakat
Pengelolaan ini sepenuhnya dilakukan oleh  masyarakat tanpa melibatkan pemerintah. Segala aktivitasnya dikelola sendiri oleh masyarakat dalam merencanakan, malaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktifitas pendidikan termasuk juga pengorganisasian, pengawasan, penganggaran dan evaluasi pendidikan termasuk dalam hal kurikulum.

Lembaga  pendidikan Islam di Indonesia yang sudah menerapkan konsep pendidikan berbasis masyarakat
            Lembaga lembaga pendidikan  Islam di Indonesia lahir atas inisiatif masyarakat dan sudah mengintegral dalam masyarakat
1.      Madrasah
Madrasah adalah institusi pendidikan yang menampung aspirasi sosial budaya agama penduduk muslim Indonesia yang sudah lama hidup dan secara kultural berakar kuat dalam peta pendidikan indonesia [14]
Sebagai lembaga yang lahir dari masyarakat madrasah lebih mudah mengintegrasikan lingkungan eksternal ke dalam organisasi pendidikan, sehingga dapat menciptakan suasana kebersamaan, kepemilikan dan keterlibatan yang tinggi dari masyarakat. Keterlibatan tidak sebatas pada peranan orang tua yang menyekolahkan anaknya  di madrasah, melainkan keterlibatan berdasarkan atas kepemilikan milieu sekolah[15]
2.      Pesantren
Pesantren merupakan salah satu model dari pendidikan berbasis masyarakat. Kebanyakan pesantren berdiri atas inisiatif masyarakat muslim yang tujuan utamanya adalah mendidik generasi muda agar memahami dan mengamalkan ajaran ajaran Islam dengan baik. Pesantren terbangun dari konstruksi kemasyarakatan dan epestimologi sosial yang menciptakan suatu transedensi  atas perjalanan historis sosial.[16]
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mampu mengembangkan diri dan mengembangkan masyarakat sekitarnya karena memiliki potensi potensi yang meliputi tiga aspek.Pertama, pesantren hidup selama 24 jam dengan pola 24 jam tersebut baik sebagai lembaga pendidikan keagamaan,sosio kemasyarakatan,atau sebagai lembaga pengembangan potensi umat dapat diterapkan secara tuntas,optimal dan terpadu. Kedua, pesantren secara umum mengakar pada masyarakat, karena masyarakat menghendaki berdirinya pondok pesantren,dan memiliki program pengajian rutin yang dihadiri masyarakat sekitar tanpa paksaan.Ketiga, Pesantren dipercaya masyarakat, yaitu kecenderungan masyarakat menyekolahkan anaknya di pesantren.Ini adalah salah satu implementasi pendidikan berbasis masyarakat yang dijalankan pesantren.
3.      Pendidikan kader Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang di bentuk oleh masyarakat yang dalam sejarah perjuangannya telah menjalankan tiga peranan penting,Pertama,sebagai pembaharu keagamaan. Kedua, sebagai agen perubahan sosial. Ketiga, sebagai kekuatan politik.
Langkah untuk mempertahankan eksistensinya salah satunya dengan mendirikan lembaga pendidikan untuk mencetak kader kader Muhammadiyah. Pendidikan kader Muhammadiyah dilakukan melalui pendidikan berjenjang dari TK sampai perguruan Tinggi  yang di danai dari amal usaha anggota organisasinya.
4.      Lembaga Pendidikan  Islam Terpadu
Yang dimaksud program terpadu adalah program yang memadukan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Keterpaduan program pendidikan umum dan keagamaan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif artinya program pendidikan umum dan program pendidikan keagamaan diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama harusnya diberikan porsi lebih besar agar bisa memberikan makna dan semangat terhadap program pendidikan umum[17]
Konsep Pendidikan Islam Terpadu pada Lembaga pendidikan Islam terpadu adalah  sebuah model pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek pendidikan yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran dan lain sebagainya
Implemetasinya adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan Islam unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah Umum Terpadu (SMUIT), dan Perguruan Tinggi Islam Terpadu.




D.   Kesimpulan
  1. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di  luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang
  2. Dalam proses pengembangan pembelajaran yang dijalani peserta didik diarahkan pada pembentukan manusia dewasa, memiliki tanggung jawab menjalankan kewajiban-kewajibannya. Oleh karena itu, idealnya peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas no.20 tahun 2003)
  3. Dalam praktiknya sekolah sekolah kita selama ini hanya menerjemahkan pendidikan sebagai sekedar transfer of knowledge . Model pendidikan yang demikian hanya membebani siswa dengan hafalan hafalan,teori maupun rumus rumus sekedar untuk bisa menjawab soal soal ujian tetapi seringkali tidak sanggup menerjemahkan ke dalam realitas sosial. Sementara dari sisi kelembagaan masih banyak ditemui lembaga lembaga pendidikan yang secara kualitas belum tertangani oleh pemerintah sehingga terjadi disfungsi kurikulum dan disfungsi lembaga
  4. Untuk mengoptimalkan hal itu perlu  dilakukan upaya peningkatkan mutu pendidikan dengan menerapkan konsep pendidikan  berbasis masyarakat (Community Based Education)
  5. Upaya yang dilakukan diantaranya dengan pembenahan struktur fungsi kurikulum dan struktur fungsi lembaga. Untuk struktur fungsi Pertama, penanaman nilai budi pekerti Kedua, pendekatan integratif dalam proses pembelajaran akhlak. Ketiga, pendekatan multikulturalisme. Untuk struktur fungsi lembaga dengan cara kolaboratif dengan masyarakat, pengelolaan langsung oleh masyarakat baik melibatkan pemerintah maupun secara ansih dikelola masyarakat sendiri.
  6. Lembaga lembaga pendidikan islam yang sudah menerapkan Pendidikan Berbasis Masyarakat diantaranya adalah Madrasah, Pesantren, Organisasi Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Islam Terpadu


















DAFTAR PUSTAKA
Arkam, Faridal. 2006. Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro. Diambil dari www.wordpress.com. Diakses 16 Juni 2011.

  Mahmud,Pemikiran Pendidikan Islam Bandung:pustaka Setia

Mulyana,Rohmat. 1995 ,Pergeseran Substansi Pendidikan ke Pengajaran  Bandung:PT    Pikiran rakyat

Tantowi,Ahmad,2008 ,Pendidikan Islam di Era Transformasi Global Semarang:Pustaka Rizqi putra

  Zubaedi.2009 Pendidkan Berbasis Masyarakat..Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Qomar, Mujamil,2005Epistimologi Pendidikan Islam dari Metodologi Rasional hingga Metode Kritik  Jakarta: Erlangga

  Yunus Firdaus M, 2004, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Yogyakarta: Logung Pustaka
http://mtsdarulfalah.wordpress.com/2012/01/15/sekolah-berbasis-masyarakat-islam/
Lutfy Indriyanto http://www.smpit-albayyinah.com/?p=229


  [1] Arkam, Faridal. 2006. Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro. Diambil dari www.wordpress.com. Diakses 16 Juni 2011.

[2] UU Sisdiknas no 20 Tahun 2003
[3] Ibid
[4] Ibid,hal.IX
[5] Qomar, Mujamil,Epistimologi Pendidikan Islam dari Metodologi Rasional hingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga,2005), hal.231
[6] Yunus Firdaus M,Pendidikan Berbasis Realitas Sosial,( Yogyakarta: Logung Pustaka,2004) hal.73
[7] Zubaedi.Pendidkan Berbasis Masyarakat.(Pustaka Pelajar:Yogyakarta.2009).hal.132
[8] Ibid
[9] http://mtsdarulfalah.wordpress.com/2012/01/15/sekolah-berbasis-masyarakat-islam/
[10] Mulyana,Rohmat,Pergeseran Substansi Pendidikan ke Pengajaran(Bandung:PT Pikiran rakyat,1995) hal.4
[11] Zubaidi,ibid
[12] Ibid hal. 12-65
[13] Ibid, hal.130
[14] Mahmud,Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung:pustaka Setia) hal.199
[15] Tantowi,Ahmad.Pendidikan Islam di Era Transformasi Global( Semarang:Pustaka Rizqi putra,2008) hal.120
[16] Zubaidi,ibid hal.146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar