Rabu, 28 Maret 2012

Inti Ajaran Tasawuf Ibnu Arabi



Inti Ajaran Tasawuf Ibnu Arabi

A.  Pendahuluan
Ibnu Arabi adalah salah satu tokoh dalam ilmu tasawuf falsafi.  Ilmu tasawuf dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi menjadi dua arah perkembangan.Ada yang mengarah pada  teori teori  perilaku ada pula yang mengarah pada teori teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang mendalam.Tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut tasawuf salafi, tasawuf akhlaqi, tasawuf Sunni yang dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke arah yang kedua disebut tasawuf falsafi yang banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang filosof disamping sebagai sufi[1]
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Dalam pengungkapannya menggunakan terminologi filosofis
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara sufi( manusia) dangan Allah.Dalam AlQur,an terdapat beberapa ayat yang menunjukkan kedekatan manusia dengan Allah,antara lain bahwa Allah itu dekat dengan manusia(Q.S. Al Baqarah:186) dan bahwa Allah lebih dekat kepada manusia dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri(Q.S Al-Qaf:69)[2]
Pada awalnya tasawuf merupakan ajaran tentang al zuhd (juhud) oleh karena itu pelakunya disebut zahid. Namun kemudian berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut sufi[3]
Tasawuf / teori sufisme dalam perkembangannya secara kualitatif  terbagi dalam dua periode.Periode pertama, periode sufisme awal bisa dikatakan bermula selama masa hidup rasulullah berlanjut sampai paruh pertama abad ke sembilan masehi ketika terjemahan buku Yunani ,Persia,India mulai tersedia dikalangan muslim.Kaum sufi periode ini menjalani hidup yang penuh dengan pantangan,bukan karena ingin menjauhkan diri dari hasrat dan nafsu tetapi karena ingin mengikuti cara hidup sang rasul degan cara mereka sendiri.periode kedua merupakan periode lanjutan atau sufisme doktriner yaitu yang pada periode awal hanya merupakan sebuah jalan hidup yang saleh dan meditasi yang tekun pada periode ini di ubah menjadi gerakan doktriner yang bisa diikuti dan dipraktekkan oleh mereka yang terpelajar untuk bisa mulai memasuki misterinya.
Tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam khazanah Islam sejak abad keenam Hijriyah meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian.Tasawuf falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran ibn Arabi. Dengan pengetahuannya yang amat kaya dalam lapangan keislaman maupun lapangan filsafat, ia berhasil membuat lapangan karya tulis yang luar biasa banyaknya ( diantaranya Futuhad Al-Makkiyah dan Fushush AlHikam) Hampir semua praktik pengajaran, ide ide yang berkembang dikalangan kaum sufi diliputnya dengan penjelasan penjelasan yang memadai[4]
Ibn Al-‘Arabi adalah penganut faham Tauhid Wujudi bahkan ia merupakan panutan dalam pemikiran ini. Pemikiran yang selalu menjadi sorotan tajam dari kaum fuqoha. Pemikiran inilah yang menjadi landasan konsep pendidikannya bahkan semua pola pikirnya berporos pada pemahaman ini. Perlu digaris bawahi bahwa Ibn Arabi belum pernah menyebutkan istilah wahdatul wujud dalam kitabnya. Namun dari berbagai ajarannya bisa dikatakan bahwa pemahamannya adalah wahdatul wujud[5]
Dalam makalah ini penulis bermaksud mengkaji pemikiran atau inti ajarann Ibnu  Arabi .Sebelum masuk ke pembahasan kami kemukakan Biografi singkat Ibnu Arabi.
Nama lengkap ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Ta’i Al-Haitami.Ia lahir di Murcia,Andalusia Tenggara,Spanyol,tahun 560 H dan meninggal pada tahun 638 H.Setelah berusia 30 tahun ia mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan Kawasan islam bagian barat. Diantara deretan deratan guru gurunya tercatat nama nama seperti Abu Madyan AlGhauts At- Talimsari dan yasmin Musyaniyah (seorang wali dari kalangan wanita). Keduanya banyak mempengaruhi ajaran ajaran ibnu Arabi.Dikabarkan ia pernah bertemu dengan Ibnu Rusyid filosof muslim dan tabib istana di dinasti Barbar.Ia pun dikabarkan pernah mengunjungi Al Mariyyah yang menjadi pusat madrasah Ibnu Masarrah seorang sufi falsafi yang cukup berpengaruh dan memperoleh banyak pengaruh di Andalusia.[6]
Karya karyanya yang monumental diantaranya Al Futuhad Al Makiyah ditulis saat menunaikan ibadah haji, danTarjuman Asyiwaq ditulis mengenang kecantikan, ketaqwaan dan kepintaran seorang gadis cantik dari keluarga sufi dari Persia..
Secara kronologis, berikut ini adalah daftar karya-karya Ibn ‘Arabi.
  1. Mashahid al-Asrar al-Qudsiyya (Contemplations of the Holy Mysteries) (Written in Andalusia, 590/1194).
  2. Al-Tadbirat al-Ilahiyya (Divine Governance of the Human Kingdom). Written in Andalusia.
  3. Kitab Al-Isrâ’ (The Book of Night Journey). Written in Fez, 594/1198.
  4. Mawaqi al-Nujûm (Settings of the Stars). Writen in Almeria, 595/1199.
  5. ‘Anqa` Mughrib (The Fabulous Gryphon of the West), Written in Andalusia, 595/1199.
  6. Insha’ al-Dawa’ir (The Description of the Encompassing Circles). Written in Tunis, 598/1201.
  7. Mishkat al-Anwâr (The Niche of Lights). Written in Mecca, 599/1202/03.
  8. Hilyat al-Abdal (the Adornment of the Substitutes). Written in Taif, 599/1203.
  9. h al-Quds (The Epistle of the Spirit of Holiness). Written in Mecca, 600/1203.
  10. Taj al-Rasâil (The Crown of Epistles). Written in Mecca, 600/1203.
  11. Kitab al-Alif, Kitab al-Ba’, Kitab al-Ya. Written in Yerusalem, 601/1204.
  12. Tanazzulat al-Mawsiliyyai (Descents of Revelation). Written in Mosul, 601/1205.
  13. Kitab al-Jalal wa al-Jamâl (The Book of Majesty and Beauty). Written in Mosul, 601/1205.
  14. Kitab Kunh ma la budda lil murid minhu (What is essential for the Seeker). Mosul, 601/1205.
  15. Fusûs al-Hikam (Vessels of Wisdom). Damascus, 627/1229.
  16. al-Futûhât al-Makkiyya (Meccan Illuminations). Mecca, 1202-1231 (629)[7]
B.  Pembahasan
1.   Pemikiran atau inti ajaran tasawuf ibn Arabi
a.    Wahdat al - Wujud
Diantara ajaran terpenting Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud (Wahdat al -Wujud) yaitu faham bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud .Menurut faham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek dalam .Aspek luar disebut makhluk(al- Khalq) aspek dalam disebut Tuhan (al haqq). Menurut faham ini aspek yang sebenarnya ada hanyalah aspek dalam (Tuhan)sedangkan aspek luar hanyalah  bayangan dari aspek dalam tersebut. [8]
Sebagaimana doktrin doktrin beliau dalam kitab Futuhad Al-Makkiyah dan Fushush Al-Hikam esensi KeTuhanan bagi ibnu Arabi adalah segala yang ada yang bisa dipandang dari dua aspek: (1) sebagai esensi murni,tunggal dan tanpa atribut( sifat); dan (2) sebagai esensi yang dikaruniai atribut.Tuhan,karena dipandang tidak beratribut,berada di luar relasi dan karenanya juga di luar pengetahuan. Dalam esensi - Nya Tuhan terbebas dari penciptaan,tetapi dalam keTuhanan-Nya,Tuhan membutuhkannya.Eksistensi Tuhan adalah absolut, ciptaannya ada secara relatif,dan yang muncul sebagai relasi realitas adalah wujud nyata yang terbatasi dan terindividualisasi. Karenanya segala sesuatu adalah atribut Tuhan dan dengan demikian semua pada akhirnya identik dengan Tuhan,tanpa memandang bahwa semua itu sebenarnya bukan apa apa. [9]
Ibn Arabi memandang manusia dan alam sebagai cermin yang memperlihatkan Tuhan dan berkata bahwa sang penerima berasal dari nol sebab ia berasal dari emanasi-Nya yang paling suci karena seluruh kejadian (eksistensi) berawal dan berakhir bersama-Nya: kepada-Nya ia akan kembali  dan dari-Nya ia berawal.[10]
Ketika Tuhan berkehendak dengan nama nama bagus-Nya(sifat sifat) yang berada di luar hitungan, esensinya bisa dilihat. Dia menyebabkan nama nama itu bisa dilihat dalam sebuah wujud mikrokosmik yang karena dikaruniai eksistensi meliputi seluruh obyek penglihatan   dan melaluinyalah kesadaran terdalam Tuhan menjadi termanifestasikan di hadapan-Nya [11]
Menurut Ibnu Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat.Adapun kalau ada  yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk ada perbedaan ,hal itu dilihat dari sudut pandang panca indra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiah yang segala sesuatu berhimpun pada-Nya.[12]
Menurutnya wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam.Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut Khaliq dan wujud baru yang disebut makhluk. Kalau antara Khaliq dan makhluk bersatu dalam wujudnya mengapa terlihat dua? Ibnu Arabi menjawab sebabnya adalah tidak memandang dari sisi yang satu tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah Khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang satu [13]
Satu satunya wujud adalah wujud Tuhan,tidak ada wujud selain wujudNya. Ini berarti apa pun selain Tuhan baik berupa alam maupun apa saja yang ada di alam tidak memiliki wujud .Kesimpulannya kata wujud tidak diberikan kepada selain Tuhan. Akan tetapi kenyataannya Ibnu Arabi juga menggunakan kata wujud untuk menyebut sesuatu selain Tuhan.Namun ia mengatakan bahwa wujud itu hanya kepunyaan Tuhan sedang wujud yang ada pada alam hakikatnya adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya..Untuk memperjelas uraiannya ibnu Arabi memberikan contoh berupa cahaya. Cahaya hanya milik matahari ,tetapi cahaya itu dipinjamkan kepada para penghuni bumi. Ibn Al Arabi mengemukakan teori tajalli yang berarti menampakkan diri.Tajalli artinya Allah menampakkan diri atau membuka diri,jadi diumpamakan Allah bercermin sehingga terciptalah bayangan Tuhan dengan sendirinya.Dengan teori ini makhluk adalah bayang bayang atau pencerminan Tuhan di mana Tuhan dapat melihat dirinya sendiri tanpa kehilangan sesuatupun.Artinya tetap dalam kemutlakannya
Lebih lanjut  Ibnu arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dengan alam .menurutnya alam adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki dan alam tidak mempunyai wujud yang sebenarnya.Oleh karena itu alam tempat tajali dan mazhar(penampakan Tuhan) Menurutnya ketika Allah menciptakan alam ini. Ia juga memberikan sifat sifat keTuhanan pada segala sesuatu .Alam ini seperti cermin yang buram dan seperti badan yang tidak bernyawa.oleh karena itu Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu.Dengan pernyataan lain alam ini merupakan mazhar(penampakan )dari asma dan sifat Allah yang terus menerus. Tanpa alam sifat dan asma_nya akan kehilangan makna dan senantiasa dalam bentuk dzat yang tinggal dalam ke- mujarrad-an (kesendirian)-Nya.yang mutlak yang tidak dikenal oleh siapapun. [14]
Sementara permasalahan Tasybih dan Tanzih  Ibn Arabi berpendapat bahwa dalam mengenal Allah manusia harus melihat TanzihNya (Kesucian Allah dari segala sifat yang baru) pada TasybihNya (KeserupaanNya dengan yang baru) dan tasybihNya pada tanzihNya. Artinya untuk mengenal Allah harus menggabungkan dua aspek tadi sekaligus. Ibn Arabi sering mengutip perkataan Abu Sa’id Al-Kharraj: “ Aku mengenal Allah dengan menggabungkan dua hal yang bertentangan.” Menurutnya apabila seorang menganal Allah hanya dengan aspek tanzih berarti dia telah membatasi kemutlakanNya. Karena tanzih berarti menafikan segala sifat bagi Allah seperti yang dilakukan ole kalangan Mu’tazilah yang melucuti Tuhan dari segala sifat, hingga Allah menjadi suatu yang tak bisa dikenal dan dijangkau. Hal ini mengakibatkan terputusnya hubungan Tuhan dengan manusia. Kemudian jika hanya mengenal Allah dalam aspek tasybih saja seperti yang dilakukan kalangan al_mujassimah maka mengakibatkan keserupaan Tuhan dengan yag baru.
Untuk memperkuat pendapatnya beliau merujuk pada sebuah hadis Qudsi
Artinya:
Aku pada permulaaanya adalah perbendaharaan yang tersembunyi,kemudian Aku ingin dikenal ,maka Ku ciptakan makhluk.lalu dengan itulah mereka mengenal aku
b.   Haqiqah Muhammadiyah
Konsep haqiqah Muhammadiyah ini lanjutan dari konsep Wahdat al -Wujud.Ibnu arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini tidak dapat dipisahkan dari ajaran haqiqah Muhammadiyah atau Nur Muhammad .Menurutnya tahapan tahapan kejadian proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu adalah sebagai berikut:
Pertama, Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu dzat yang mandiri dan tidak    berhajat kepada suatu apapun.
Kedua, wujud haqiqah Muhammadiyah sebagai emanasi (pelimpahan ) pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala wujud dengan proses tahapan tahapannya.Selanjutnya beliau mengatakan bahwa Nur muhammad itu qadim dan merupakan sumber emanasi degan berbagai macam kesempurnaan ilmiah dan amaliah yang terealisasikan pada diri para nabi semenjak Adam sampai Muhammad dan merealisasikan dari Muhammad pada diri pengikutnya dari kalangan para wali dan person person insan kamil. [15]
Dalam teori penciptaan ini Ibnu Arabi menganut faham tajalli atau tanazul(menampakkan diri). Dalam pandangan ibnu arabi bahwa Nur Muhammad (haqiqah muhammadiyah) adalah tahapan pertama dari tahapan tahapan tanazul zat Tuhan dalam bentuk bentuk wujud. Dari haqiqah muhammadiayah segala yang maujud dijadikan. Dengan demikian penciptaan alam semesta ini termasuk manusia dalam teori ibnu Arabi berasal dari zat Tuhan sendiri kemudian bertanazul kepada haqiqah muhammadiyah sebagai tanazul tingkat pertama yang dari padanya melimpah wujud wujud yang lain.[16]
Untuk lebih jelasnya, Tajalliyat (penampakan) Allah pada lingkaran wujud adalah merupakan penampakan Allah berupa kesempurnaan dan keagungan yang abadi. Zatnya merupakan sumber pancaran yang tak pernah habis keindahan dan keagunganNya. Ia merupakan perbendaharaan yang tersembunyi yang ingin tampil dan dikenal. Allah sebagai keindahan ingin membuka perbendaharaan tersembunyi tersebut dengan Tajalliyat (teofani) Haq tentunya yang merupakan penampakan-penampakan dari keagungan, keindahan dan kesempurnaanNya dalam pentas alam yang maha luas.
Tajalliyat al-Wujud dengan gambaran global dalam tiga hadirat:
1). Hadirat Zat (Tajalliyat Wujudiya Zatiya) Tajalliyat Wujudiya Zatiya yaitu pernyataan dengan diriNya untuk diriNya dari diriNya. Dalam hal ini Ia terbebas dari segala gambaran dan penampakan. Ini dikenal dengan Ahadiyat. Pada keadaan ini tampak Zat Allah terbebas dari segala sifat, nama, kualitas, dan gambaran. Ia merupakan Zat Yang Suci yang dikenal dengan rahasia dari segala rahasia, gaib dari segala yang gaib, sebagaimana ia merupakan penampakan Zat, atau cermin yang terpantul darinya hakikat keberadaan yang mutlak.
2). Tajalliyat Wujudiya Sifatiya yang merupakan pernyataan Allah dengan diriNya, untuk diriNya, pada penampakan kesempurnaanNya (asma) dan penampakan sifat-sifatNya yang azali. Keadaan ini dikenal dengan wahdah. Pada hal ini tampak hakikat keberadaan yang mutlak dalam hiasan kesempurnaan.Inilah yang dikenal dengan Haqiqat Muhammadiyah (kebenaran yang terpuji), setelah ia tersembunyi pada rahasia gaib yang mutlak dengan jalan faid al-aqdas (atau limpahan yang paling suci karena ia langsung dari Zat Allah). Dalam keadaan ini tampillah al-A’yan as-Sabitah (esensi-esensi yang tetap) atau ma’lumat Allah.
3). Tajalliyat Wujudiyah Fi’liyah (af’aliyah) yaitu pernyataan Haq dengan diriNya untuk diriNya dalam fenomena esensi-esensi yang luar (A’yan Kharijah) atau hakikat-hakikat alam semesta. Keadaan ini dikenal dengan mutlaq dengan ZatNya, sifatNya dan perbuatanNya dengan jalan limpahan yang suci (al-faid al-muqaddas). Allah pun tampak pada gambaran esensi-esensi luar (A’yan Kharijah), baik yang abstrak maupun yang kongkrit yang merupakan asal dari alam semesta seluruhnya.[17]

c.    Wahdat al - adyan (kesamaan agama)
Konsep Wahdat al- adyan juga merupakan lanjutan tentang konsep Wahdat al -Wujud. Ibnu arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyyah.Konsekuensinya semua agama(baca: agama samawi.red) adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah. Seorang yang benar benar arif adalah orang yang menyembah Allah dalam setiap bidang kehidupannya.Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa ibadah yang benar hendaknya seorang abid memandang semua apa saja sebagai bagian dari ruang lingkup realitas dzat Tuhan yang Tunggal.
Banyak penulis yang tidak sepakat tentang konsep wahdat al – adyan yang menganggap  agama adalah sama. Setiap agama berbeda jadi Tuhannya seorang yang beda agama tidak bisa dijadikan Tuhan seseorang yang beragama lain,terlebih lebih agama ardhi yang merupakan hasil budaya manusia tidak bisa disamakan dengan Allah.

2.                  Pandangan Ibnu Taimiyah terhadap ajaran Ibnu Arabi
Istilah   Wahdat al -Wujud yang digunakan untuk menyebut inti ajaran  Ibnu Arabi sebenarnya bukan dari Ibnu Arabi tetapi berasal dari ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran tersebut.
Menurut Ibnu Taimiyah Wahdat al -Wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam .Menurut penjelasannya orang orang yang mempunyai paham Wahdat al -Wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al wujud yang dimiliki khaliq  juga mumkin al wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu orang orang yang mempunyai paham ini mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan, tidak ada perbedaan
Dari pengertian tersebut Ibnu Taimiyah telah  menilai ajaran sentral Ibnu Arabi dari aspek tasybihnya saja (penyerupaan Khaliq dengan makhluk belum menilai dari aspek tanzihnya(penyucian khaliq) sebab kedua ajaran itu dipakai dalam ajaran Ibnu Arabi.Akan tetapi banyak pula kata kata Ibnu Arabi yang membawa pada pengertian yang dipahami Ibnu Taimiyah
Menurut pandangan kontroversinya Ibnu Taimiyah  tentang konsep Wahdat al -Wujud  adalah penyamaan (tassyabuh) antara Tuhan dan alam. sedangkan Allah seperti yang ditegaskan oleh  Al- Qur’an berbeda dengan segala sesuatu
3.                  Analisis inti ajarannya
Konsep wahdat al Wujud Ibnu Arabi bila tidak dipahami secara mendalam akan dapat menyesatkan bagi umat yang pemahaman filsafat dan tingkat keimanannya rendah karena menyamakan Tuhan dengan makhluk bahkan makhluk bisa dianggap sebagai Tuhan. Mengenai  wahdat al Adyan banyak penulis yang tidak sepakat dengan konsep ini karena setiap agama berbeda jadi Tuhannya seorang yang beda agama tidak bisa dijadikan Tuhan seseorang yang beragama lain.
Namun demikian dari kutipan kutipan di atas jelas sekali bahwa Ibnu Arabi masih membedakan antara  Tuhan  dan alam dan wujud Tuhan itu tidak sama dengan wujud alam .meskipun disatu sisi menyamakan Tuhan dengan alam,di sisi lain beliau menyucikan Tuhan dari adanya persamaan .Ibnu Arabi masih mengakui bahwa alam ini diciptakan Tuhan dan Tuhan itu diluar alam,sedangkan alam hanya merupakan mazharNya,mazhar asma dan sifat-sifatNya .
4.                  Pengaruhnya di dunia Islam
Tasawuf Ibn ‘Arabi menarik antusiasme para sufi dan salik di Dunia Islam, terutama melalui para muridnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Murid dan pengikutnya telah memberikan analisis, penafsiran, dan ulasan atas karya-karyanya. Di antara murid-muridnya adalah Shadr al-Dîn al-Qunawi (w. 763/1274), Mu`yid al-Dîn al-Jandi (w. 690/1291), ‘Abd al-Razzâq al-Q(K)âsyânî (w. 730/1330), Syaraf al-Dîn Dawûd al-Qaysharî (w. 751/ 1350), Sayyid Haydar Amulî (w. setelah 787/1385), ‘Abd al-Karîm al-Jîlî (w. 826/1421), ‘Abd al-Rahmân al-Jâmî (w. 898/1492), ‘Abd al-Wahhâb al-Sya`rânî (w. 973/1565), ‘Abd al-Ghanî al-Nâbulusî (w. 1114/1731) dan lain-lainnya. [18]
Melalui sufi dari Gujarat, India, Yunasril Ali (2002: 50) mengatakan, Muhammad ibn Fadl Allâh al-Burhanpûrî (w. 1029), ajaran tasawuf Ibn’Arabî menyebar di Asia Selatan. Di sini, tasawuf Ibn al-‘Arabî diulas dan diperkenalkan oleh sejumlah ulama sufi seperti Hamzah Fansûri, Syams al-Dîn al-Sumatrânî, ‘Abd al-Shamad al-Fâlimbânî, Dawûd al-Fathânî, Muhammad Nafîs al-Banjârî, dan yang lainnya. [19]
Rupanya pengaruh Ibn ’Arabi tidak hanya menancap di lingkungan tradisi teologi Sunni, tetapi merembet jauh ke negeri Persia yang mayoritas bermazhab Syi’ah. Salah seorang filosof Iran yang dipengaruhi Ibn ’Arabi adalah Mulla Shadra. Ia membangun suatu mazhab baru. Dalam mazhab yang disebut Shadra sendiri sebagai Hikmah al-Muta’âliyah, terdapat seluruh unsur aliran-aliran pemikiran Islam sebelum  membentuk sebuah mazhab independen. Karena itu, mereka yang menganggap sebagai  pengikut filsafat Ibn Sina ataupun pembaharunya, atau filsafatnya sebagai pelengkap filsafat Ibn Sina, terjebak pada pendapat yang keliru. Pendek kata, mereka tidak mengetahui filsafat Mulla Shadra.Filsafat Shadra  merupakan“perpaduan”dari berbagai aliran pemikiran seperti  filsafat Ibn Sina, kalam Syi’ah, dan tasawuf Ibn ‘Arabi.[20]
C.  Kesimpulan
1.   Ibnu Arabi adalah salah satu tokoh dalam ilmu tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran ibn Arabi. Dengan pengetahuannya yang amat kaya dalam lapangan keislaman maupun lapangan filsafat
2.   Inti ajarannya
a.       Wahdat al –wujud
Bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud Menurut faham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek dalam. aspek yang sebenarnya ada hanyalah aspek dalam (Tuhan)sedangkan aspek luar hanyalah  bayangan dari aspek dalam tersebut. Esensi KeTuhanan bagi ibnu Arabi adalah segala yang ada yang bisa dipandang dari dua aspek: (1) sebagai esensi murni,tunggal dan tanpa atribut( sifat); dan (2) sebagai esensi yang dikaruniai atribut.Tuhan,karena dipandang tidak beratribut,berada di luar relasi dan karenanya juga di luar pengetahuan. Dalam esensi - Nya Tuhan terbebas dari penciptaan,tetapi dalam keTuhanan-Nya,Tuhan membutuhkannya.
Manusia dan alam sebagai cermin yang memperlihatkan Tuhan dan berkata bahwa sang penerima berasal dari nol sebab ia berasal dari emanasi-Nya yang paling suci karena seluruh kejadian (eksistensi) berawal dan berakhir bersama-Nya: kepada-Nya ia akan kembali  dan dari-Nya ia berawal
Wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat.makhluk adalah bayang bayang atau pencerminan Tuhan di mana Tuhan dapat melihat dirinya sendiri tanpa kehilangan sesuatupun.Artinya tetap dalam kemutlakannya
Kejadian proses penciptaan alam Pertama, Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat kepada suatu apapun.Kedua, wujud haqiqah Muhammadiyah sebagai emanasi (pelimpahan ) pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala wujud dengan proses tahapan tahapannya.
b.      Konsep Wahdat al- adyan memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyyah.Konsekuensinya semua agama(baca : agama samawi.red) adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah..Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa ibadah yang benar hendaknya seorang abid memandang semua apa saja sebagai bagian dari ruang lingkup realitas dzat Tuhan yang Tunggal
3.    Pengaruh tasawuf Ibnu Arabi ini sangat besar dalam dunia  Islam dan berkembang di berbagai negara. Murid dan pengikutnya telah memberikan analisis, penafsiran, dan ulasan atas karya-karyanya.Melalui sufi dari Gujarat, India, Muhammad ibn Fadl Allâh al-Burhanpûrî ( 1029), ajaran tasawuf Ibn’Arabî menyebar di Asia Selatan. Di sini, tasawuf Ibn al-‘Arabî diulas dan diperkenalkan oleh sejumlah ulama sufi seperti Hamzah Fansûri, Syams al-Dîn al-Sumatrânî, ‘Abd al-Shamad al-Fâlimbânî, Dawûd al-Fathânî, Muhammad Nafîs al-Banjârî, dan yang lainnya. Bahkan merembet ke Persia yang mayoritas bermazhab Syi’ah. Salah seorang filosof Iran yang dipengaruhi Ibn ’Arabi adalah Mulla sandra



Daftar Pustaka

Abdul Hakim ,Atang.2009. Metodologi Studi Islam,Bandung:Rosdakarya
Ali Mahdi Khan.2004,Dasar dasar Filsafat Islam : Pengantar ke gerbang pemikiran Bandung :    Nuansa

Jamil,M.2007.Cakrawala Tasawuf:Sejarah,Pemikirandan kontekstualitas.Jakarta:GP Press
Abu Al Wafa’Al Ghanimi At-TaftaZani .1985.Sufi dari Zaman ke zaman, terj.Ahmad Rofi’Utsmani Bandung :Pustaka

M.sholihin. 2008. Ilmu Tasawuf.Bandung: Pustaka Setia
Simuh, 1997.Tassawuf dan perkembangannya dalam islam (Jakarta : PT RajaGrafindo


                    [1] M.sholihin. Ilmu Tasawuf.(Bandung: Pustaka Setia,2008) hal.71
                    [2] Abdul Hakim Atang Metodologi Studi Islam(Bandung:Rosdakarya,2009) hal.161
                [3] Ibid hal161
           [4] Ibid.hal.61. lihat pula Abu Al Wafa’Al Ghanimi At-TaftaZani ,sufi dari Zaman ke zaman, terj.Ahmad Rofi’Utsmani (Bandung :Pustaka),1985) hal.140
          [5] http://id.wikipedia.org/wiki/Pemahaman_Sufisme_Ibn_Arabi  acces jumat, 18-11-2011
          [6] M.sholihin Ibid. Hal. 175-176
            [7] http://id.wikipedia.org/wiki/ ibid
            [8] Jamil,M.Cakrawala tasawuf:sejarah ,pemikiran dan kontekstualitas(Jakarta:GP Press,2007)hal.109
            [9]  Ali Mahdi Khan,Dasar dasar Filsafat Islam : Pengantar ke gerbang pemikiran(Bandung :Nuansa,2004). Hal,147
             [10]  Ibid hal.148
             [11] M.sholihin Ibid. Hal. 175-176
            [12] Ibid hal.176
            [13] Ibid hal. 179
               [14]  Ibid. Hal.180
           [15] Ibid hal 182-183
             [16] Simuh, Tassawuf dan perkembangannya dalam islam (Jakarta : PT RajaGrafindo, 1997) h.197
             [17] http://irdy74.multiply.com/recipes/item/67 acces jumat, 18-11-2011

            [18] http://amuli.wordpress.com.arabi-kehidupan-karya-dan-pengaruhnya/ acces  rabu,16 nopember 2011,17.00
             [19] Ibid http://amuli.wordpress.com
             [20] Ibid http://amuli.wordpress.com

7 komentar: